Pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan agar pengganti Joko Widodo (Jokowi) nantinya tidak perlu bicara perubahan dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor, Agus Wisnuwardana seperti pemimpin yang tidak memiliki visi misi.
“Seorang pemimpin negara, yang tak boleh membawa agenda perubahan, sama seperti pemimpin yang tak memiliki visi, kalau saya,” paparnya dalam program Aspirasi: Luhut Keliru! di kanal Youtube Justice Monitor, Jumat (16/6/2023).
Ia menyatalan Luhut yang berstatus sebagai pejabat negara, seharusnya tak mengucapkan perkataan demikian. Terlebih lagi indonesia, di nilai banyak ekonom dibangun mengandalkan uang (hutang) dan pajak yang tinggi.
"Inilah sebabnya rezim yang berkuasa selalu bermasalah dengan keuangan. Rakyat membayar pajak namun minim peningkatan pendapat sementara orang-orang kaya mendapatkan perlakuan berbeda, Inilah kapitalisme," tambahnya.
Ia mengatakan Indonesia saat ini yang dibangun dengan mengandalkan hutang dan pajak, serta terjadinya ketimpangan antara rakyat dengan orang kaya merupakan buah dari ideologi kapitalisme.
Menurutnya, ini adalah tantangan sebenarnya bagi pemimpin baru yang nantinya akan menggantikan rezim saat ini. Apakah masih tetap menggunakan kapitalisme sebagai sistem, ataukah menjadikan sistem alternatif lainnya sebagai jalan perubahan nyata.
“Rezim-rezim itu secara bergantian berhutang kepada IMF, untuk bertahan hidup. Sudah lama sekali indonesia menjalankan program International Monetary Fund (IMF) yang berbeda, namun kondisinya mengerikan dan utang terus meningkat.” Imbuhnya.
Ia juga menyebutkan fakta bahwa tidak pernah ada satupun negara yang ekonominya membaik, setelah meminjam hutang ke IMF atau negara-negara yang terkategori sebagai negara pemberi hutang.
“Tidak ada satu contoh dari sebuah negara, yang meminjam uang pada IMF kemudian mengubah ekonominya menjadi kaya raya. Di era Jokowi, situasi hutang semakin memburuk, hutangnya bukan hanya yang ditulis di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ya, hutang-hutang yang lain harus dimasukkan. Meminta bantuan lagi kepada IMF, atau mungkin kepada China, Amerika Serikat dan negara - negara pemberi hutang lainnya hanya akan memperburuk keadaan," paparnya.
“Apakah mereka ingin menjadi jejak kaki yang lain dalam sejarah indonesia? Atau apakah mereka benar-benar akan mencabut sistem kapitalisme yang gagal dan pemimpin baru yang benar-benar membuat perubahan yang nyata," pungkasnya.[] Eko P
Rubrik
Nasional