Meski semua manusia dilahirkan dengan fitrahnya, ada yang laki-laki dan perempuan, tetapi sikap kesatria adalah hasil didikan dan bentukan “madrasah” yang mendidiknya
Sikap kesatria (rujulah) tidak hanya ada pada laki-laki, tetapi juga ada pada perempuan. Bahkan, kadang sebaliknya, kaum perempuan lebih berani, ketimbang kaum laki-laki, karena sikap rujulah itu hilang dari mereka, sebaliknya ada pada kaum perempuan
Tanggungjawab, menjaga, melindungi dan menjadi sandaran itu adalah bentuk sikap rujulah (kesatria). Kadang sikap ini tidak dimiliki kaum lelaki, tetapi malah dimiliki kaum perempuan. Padahal, seharusnya laki-laki yang lebih pantas mempunyai sikap rujulah
Maka, al-Qur’an menyebut, “Ar-Rijalu Qawwamuna ala an-Nisa” lelaki (dengan sikap rujulahnya) adalah pemimpin bagi perempuan, tidak menggunakan kata, “Ad-Dzukur” yang merujuk pada jenis kelamin
Foto ini mengisahkan seorang anak laki-laki dan perempuan yang berdiri di depan sekolah yang sudah ditutup, karena sudah selesai jam pelajarannya
Anak laki-laki yang duduk itu ditanya, “Berikan nomor HP ayahmu, biar aku telpon, supaya dia menjemputmu.” Anak itu menjawab, “Saya tidak hapal nomor HP ayahku.” Ketika diminta, “Kalau begitu, sampaikan kepada saudara perempuanmu itu untuk mendiktekan nomor HP-nya.”
Anak itu menjawab, “Dia bukan saudara perempuanku. Rumahku memang dekat dengan rumahnya. Saya bisa pergi ke rumahnya dengan jalan kaki. Tetapi, saya tidak ingin meninggalkan anak perempuan sendirian. Karena itu, aku duduk untuk menjaganya, sampai orang tuanya datang untuk menjemputnya.”
Begitulah kisah sikap kesatria anak laki-laki itu. Anak sekecil itu sudah mempunyai sikap kesatria, yang lahir dari kepekaan dan kesadarannya. Kepekaan dan kesadaran yang dihasilkan dari proses pendidikan di madrasahnya
Madrasah yang gurunya adalah ayah dan ibunya. Di sana, anak-anak itu belajar dengan mendengar, melihat dan menirukan semua ucapan, gerak-gerik dan perbuatan ayah dan ibunya
Apa yang diucapkan dan dilakukan oleh ayah dan ibunya adalah tsaqafah yang menjadi pelajaran bagi anak-anaknya
Begitulah madrasah para kesatria itu. Orang tua adalah madrasah bagi anaknya.
Oleh: KH. Hafidz Abdurrahman, MA.
Fadhilatul Mudir Ma’had Wakaf Syaraful Haramain
Rubrik
Nafsiyah