Ajengan Yuana: Toleransi Beragama Tidak Harus Ikut Perayaan Natal Bersama

Kendaribertakwa.com: Media dakwah online di Kendari, Sulawesi Tenggara yang menyajikan berita Islami. Tampil dengan memandang berbagai peristiwa dengan sudut pandang Islam. Pusatnya artikel Islami untuk membangkitkan budaya literasi kaum muslimin khususnya di Kota Kendari.

Tentang rencana beberapa pejabat negeri ini yang akan turut dalam perayaan Natal bersama, dengan alasan sebagai bentuk toleransi beragama, Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna menuturkan, toleransi dimaksud tak harus ikut serta dalam perayaan hari raya tersebut. “Toleransi itu tidak mesti dengan ikut serta dalam perayaan Natal bersama,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (23/12/2022).

Dengan kata lain, bagi seorang Muslim, toleransi beragama itu adalah dengan membiarkan dan mempersilakan dengan tidak mengganggu, menyakiti. Bukan ikut serta dalam perayaan atau bahkan menyerupai ibadah agama lain, termasuk di dalamnya perayaan hari raya.

Adalah di antaranya Bupati Lebak, Banten, yang sudah bergelar hajah, malah menyatakan bakal menghadiri perayaan Natal bersama tahun ini. “Yang pasti saya akan hadir di acara Natal tanggal 27 Desember bersama seluruh umat Nasrani sekabupaten Lebak,” kata Bupati Itu di Pendopo Bupati Lebak, Selasa (20/12).

Untuk itu, lebih lanjut Ajengan Yuana menyampaikan hal penting dan juga termasuk sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama tentang tak bolehnya menyerupai dimaksud. Apalagi terlibat dalam perayaan agama lain, termasuk perayaan Natal bersama.

“Menyerupai saja tidak boleh, apalagi ikut serta dalam ibadahnya,” tandasnya, seraya menukil hadits Nabi SAW tentang terlarangnya tasyabbuh bil kuffar, yang artinya, ‘Orang yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut’ (HR Abu Dawud).


Pendapat Kuat

Memang, kata Ajengan Yuana, beberapa ulama mutaakhirin, ulama era pasca dibukukannya hadits-hadits Nabi SAW, ada yang membolehkan dengan mendasarkan pada toleransi beragama, sehingga masuk dalam wilayah ikhtilaf atau perbedaan pendapat.

Namun, ia memandang, sesungguhnya di dalam perkara ini tidak terjadi ikhtilaf di antara para ulama mutaqaddimin, era ulama terdahulu sebelum dituliskan hadits.

Maknanya, beberapa ulama hari ini ada yang memfatwakan boleh, yakni ulama mu’ashirin atau ulama kontemporer. Tetapi para ulama terdahulu dalam kitab-kitab mereka mengharamkan hal itu. “Itu jauh lebih kokoh pendapat tersebut,” ulasnya.

Dengan demikian, jelaslah bahwa seorang Muslim baik pejabat terlebih rakyat biasa, tidak boleh menghadiri perayaan hari raya umat agama lain termasuk Natal. “Selama dia Muslim maka tidak boleh. Baik itu rakyat maupun pejabat,” tegasnya.

Namun begitu, sebagai representasi atau perwakilan negara yang boleh menghadiri perayaan Natal bersama, ia memberikan pengecualian kepada pejabat yang memiliki akidah sama, Nasrani.

“Siapa perwakilan dari negara atau pemerintah yang boleh menghadiri acara natal bersama? Adalah pejabat yang juga memiliki agama yang sama yakni beragama Nasrani,” jelasnya.

Termasuk dalam konteks ucapan selamat Natal. “Ucapan itu adalah ucapan atas sebuah prinsip akidah, ucapan atas Natal, atas kelahiran (Tuhan) Yesus, ini juga menjadi problem,” imbuhnya.

Kendati hanya di lisan, bukan pembenaran dalam hati, tetap tidak boleh. “Pendapat yang lebih kuat yang lebih rajih, insyaAllah, adalah tidak boleh (Muslim) melakukan hal tersebut, yakni termasuk di dalamnya adalah mengucapkan selamat Natal,” tegasnya.


Dua Pilihan

Berkenaan dengan isu pemaksaan terhadap Muslim untuk memakai atribut Natal misalnya, hal itu bisa diadukan ke pihak berwajib. Sebab negeri ini sebenarnya memiliki aturan semacam tidak boleh memaksakan kehendak, termasuk menjalankan keyakinan beragama.

Tetapi sebelum itu, kata Ajengan Yuana, sebisa mungkin melakukan penolakan. Apabila memang sangat terpaksa, seorang Muslim memiliki dua pilihan. Pertama, tetap menolak dengan konsekuensi mungkin dipecat.

Kedua, dengan terpaksa mengikuti perintah secukupnya. Artinya, tetap tidak ridha, tidak menyetujui, atau dengan istilah lain tidak meyakini.

“Diampuni umatku itu karena tiga hal. Kesalahan yang tak disengaja, lupa dan sesuatu atau perkara yang dia dipaksa,” pungkasnya mengutip sebuah hadits.[]


Sumber: Media Umat | https://www.mediaumat.id

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال