Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan pada 6 Desember 2022 dan memuat salah satunya tentang pasal perzinaan dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar sama sekali tidak memberikan pencegahan.
“Kalau kita telisik lebih dalam pasal ini sama sekali tidak memberikan pencegahan yang lebih ketat, lebih mendalam pada masyarakat yang misalnya ingin melakukan perzinaan atau hubungan di luar nikah,” tuturnya dalam acara Kabar Petang: Gaduh Pasal Zina, Rabu (14/12/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya, dalam pasal 411 dalam UU tersebut disebutkan bahwa ‘setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suaminya atau istrinya’. Ia menilai, yang menjadi topik bahasan pada pasal tersebut adalah mereka sudah berumah tangga, bukan orang yang lajang.
“Inipun bila ada pengaduan, siapa yang mengadukan? Suami atau istri yang terikat perkawinan, lalu orang tua atau anaknya bagi yang tidak terikat perkawinan,” jelasnya.
“Kalau tidak ada yang mengadukan tidak ada persoalan,” tambahnya tegas.
Namun di sisi lain, KUHP tersebut dikritik oleh Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena mereka memandang bahwa KUHP tersebut bertentangan dengan hukum internasional tentang hak asasi manusia (HAM). Menurut, AS dan PBB, kebebasan seksual merupakan bagian dari kebebasan berperilaku.
“Nampaknya masyarakat, khususnya masyarakat dunia seperti PBB, AS ini mereka menginginkan UU itu lebih liberal lagi, lebih bebas lagi,” ungkapnya.
Mereka juga mengancam kalau itu diberlakukan maka investor akan kabur.
“Kita lihat ke depan apakah DPR, Menteri Hukum dan HAM dan pemerintah akan merevisi UU ini ataukah tidak. Kalau merevisi berarti memang kelihatan bahwa negara ini berada di ujung jempol dari negara-negara adidaya AS,” jelasnya.
Faktanya hari ini Indonesia sedang dijajah baik secara pemikiran, budaya dan juga ekonomi. Karena itu, Iwan menyarankan dua hal. Pertama, harus ada sosialisasi tentang kondisi kekinian negeri ini, bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja, baik secara ekonomi, sosial, budaya, ideologi.
“Ini saya katakan suatu usaha yang tidak gampang, karena masyarakat kita ini seperti orang yang sedang tidur, dininabobokan,” ungkapnya.
Kedua, mengarahkan umat khususnya tokoh-tokoh Islam ini apa yang harus dilakukan, tidak cuma mengkritik KUHP yang baru atau mengkritik invasi satu tekanan politik dari AS dan PBB. “Tapi juga kita sampaikan yang mesti dilakukan bahwa umat ini harus independen, harus berdaulat, dan itu tidak bisa dilakukan kalau umat tidak berdiri di atas keislaman mereka,” jelasya.
“Jadi memberikan gambaran kepada umat, kepada tokoh-tokoh Islam bahwa jalan keluarnya, kita jangan berkhidmat kepada sekularisme, demokrasi, liberalisme tapi harus tunduk kepada Islam dan berdiri diatas kaki sendiri. Itu bisa dilakukan,” pungkasnya.[]
Sumber: Media Umat | https://www.mediaumat.id
Rubrik
Nasional