Riba ialah penyakit masyarakat serta negara kapitalis yang banyak tersebar luas di sekitar kita. Bentuk riba yang menyerang masyarakat ada yang terang-terangan. Ada juga yang terselubung. Tidak sedikit umat Islam dan negara yang religius, tetapi kapitalis, yang terjerumus ke dalam aktivitas riba tersebut baik secara sadar maupun tanpa dia sadari[3].
Islam mengharamkan riba. Nas-nas syariah telah mengharamkan riba dengan sangat keras. Nas-nas itu bersifat qath’i ats-tsubuut (tentu sumbernya) dan qath’i ad-dilaalah (tentu pengertiannya), tidak mencadangkan ruang untuk ijtihad atau penakwilan[4]
Riba dapat didefinisikan sebagai berikut :
اَلربا هُوَ كُلُ زِيادَة لِأَحَد الْمُتَعَاقِدَيْن في عَقْد الْمُعَاوَضَة مِنْ غَيْرِ مُقَابِلٍ أَوْ هُوَ الزيادَة فِيْ مُقَابِلِ الْأَجْل
Riba adalah setiap tambahan bagi salah satu pihak yang berakad dalam akad pertukaran tanpa ada pengganti, atau riba adalah tambahan sebagai pengganti dari waktu (tempo) (Abdul Aziz al-Khayyath, Asy-Syariikaat fii asy-Syarii’ah al-Islaamiyyah wa al-Qaanuun al-Wadh’i, 2/168).
Dari definisi tersebut, dapat dijelaskan lebih jauh bahwa riba itu secara garis besar ada 2 (dua) macam. Pertama: Riba fadhl, yaitu tambahan pada akad pertukaran satu barang ribawi dengan barang ribawi lain lainnya. Yang dimaksud barang-barang ribawi (al-amwaal ar-ribawiyyah) adalah emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam. Misalnya 1 kg kurma kualitas bagus ditukar dengan 2 kg kurma kualitas sedang. Adanya kelebihan 1 kg kurma kualitas sedang itulah yang disebut riba fadhl.
Kedua: Riba nasii’ah, yaitu tambahan yang terjadi karena faktor waktu (tempo) yang terjadi pada akad utang. Misalnya, seseorang berutang pada orang lain sebesar Rp 100 juta rupiah pada 1 Desember 2015, dengan bunga 1% (satu persen) per bulan, atau 12% setahun. Jika orang itu mengembalikan utang satu tahun kemudian, yaitu pada tanggal 1 Desember 2016, maka jumlah uang yang dibayarkan menjadi Rp 112 juta. Tambahan Rp 12 juta rupiah ini disebut bunga utang alias riba nasii’ah.
Ketentuan-ketentuan hukum syariah untuk barang-barang ribawi di atas didasarkan pada hadis-hadis Nabi saw. yang sahih. Di antaranya sabda Nabi saw.:
اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ, وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ, وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ, وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ, وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ, مِثْلًا بِمِثْلٍ, سَوَاءً بِسَوَاءٍ, يَدًا بِيَدٍ, فَإِذَا اِخْتَلَفَتْ هَذِهِ اَلْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya dan harus dilakukan dengan kontan. Jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (HR Muslim).
Uang yang berlaku sekarang (rupiah) secara syariah dihukumi serupa dengan emas dan perak karena mempunyai fungsi yang serupa, yaitu sebagai alat tukar dan sebagai penilai barang dan jasa. Maka dari itu, konsekuensi hukumnya, jika kita membeli emas dengan rupiah, wajib dibayar kontan (cash), tidak boleh utang atau kredit (angsuran). Demikian pula jika kita dengan rupiah membeli beberapa barang ribawi lainnya, yaitu perak, gandum, jewawut, kurma dan garam. Kita tidak boleh membeli dengan cara pinjaman atau kredit (angsuran), yakni wajib secara tunai (cash).
Ketentuan hukum syariah untuk barang-barang ribawi di atas diberlakukan pula pada hukum tukar menukar uang (sharf, money exchange). Ketentuan syariahnya adalah sebagai berikut: Pertama, jika uang yang ditukarkan adalah uang yang sejenis (misal rupiah dengan rupiah) maka syaratnya ada 2 (dua): (1) wajib kontan; (2) tidak boleh ada tambahan (yaitu harus sama nilainya). Kedua, jika uang yang ditukarkan adalah uang yang tidak sejenis (misal rupiah dengan dolar), maka syaratnya hanya satu, yaitu wajib kontan, namun dibolehkan ada tambahan (tidak harus sama nilainya). (Taqiyuddin An Nabhani, An-Nizhaam al-Iqtishaadi fii al-Islaam, hlm. 261-262).
Adapun riba nasii’ah terjadi pada akad pinjaman dengan menggunakan bonus pada pokok pinjaman. Bunga bank, baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman, adalah contoh riba nasii’ah. Namun, riba nasii’ah ini tidak terbatas pada bunga bank saja, melainkan meliputi setiap bentuk tambahan atas pokok pinjaman lainnya. Misalnya, bunga di pegadaian, bunga di asuransi, bunga di koperasi, bunga obligasi, bunga utang luar negeri, bahkan termasuk bunga di bank plecit (rentenir). Semuanya sama-sama riba yang haram hukumnya.
Menyimpan uang di bank ribawi dengan akad riba (mendapat bunga) hukumnya haram walaupun bunganya tidak diambil. Adapun menyimpan uang di bank ribawi tanpa akad ribawi adalah syubhat. Perkara syubhat sebaiknya ditinggalkan.
Hukum riba adalah haram tanpa ada keraguan lagi (Lihat QS al-Baqarah [2]: 275, 278-279).
Riba bahkan merupakan salah satu dosa besar (kabaa‘ir) dan perbuatan yang terkutuk (terlaknat). Nabi saw. bersabda:
اِجْتَنِبُوا السَبْعَ الْمُوْبِقَات…: اَلشِرْكُ، وَالسِحْرُ، وَقَتْلُ النَفْسِ الَتِيْ حَرَّمَ الله إِلا بالْحَقِ، وَأَكْلُ الرِبا …
“Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan: syirik, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba…” (HR al-Bukhari).
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ
Riba mempunyai 73 macam dosa. Yang paling ringan seperti laki-laki yang menikahi (berzina) dengan ibu kandungnya sendiri (HR Hakim).
Nabi saw. pun bersabda:
دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ، أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
Satu dirham riba yang dimakan seseorang, sedangkan dia tahu, lebih berat dosanya daripada 36 kali berzina (HR Ahmad).
Riba juga terkutuk. Dalilnya Hadis Nabi saw.:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ
Rasulullah telah melaknat pemakan riba, pemberi makan dengan riba, penulisnya dan dua orang saksinya… (HR Muslim).
Oleh karena itu, menurut penjelasan para ulama, riba itu haram. Baik kecil maupun besar. Berlipat ganda ataupun tidak. Mengeksploitasi ataupun tidak. Terdapat keridhaan di antara para pihak atau pun tidak.[5]
Riba juga membawa madarat (kerugian) tidak hanya diri sendiri, namun juga pada masyarakat dan negara Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Jika telah merajalela zina dan riba di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka [mendapat] azab Allah (HR Abu Ya’la).
Dampak Ekonomi Ribawi
Dampak ekonomi ribawi menurut al-Quran dan as-Sunnah antara lain:
- Riba tidak akan menambah harta (QS ar-Rum [30]: 39);
- Riba menjerumuskan orang ke dalam azab yang pedih sebagaimana yang ditimpakan kepada kaum Yahudi (QS an-Nisa’ [4]: 160-161);
- Riba berdampak pada kegagalan, kejatuhan, keruntuhan, kesedihan dan atau kesusahan (QS Ali ‘Imran [3]: 130);
- Riba berdampak pada kejiwaan manusia; berdampak pada hartanya yaitu hancur/binasa/musnah/lenyap/merosot nilainya; juga berdampak pada dirinya, yaitu diperangi Allah SWT dan Rasul-Nya (QS al-Baqarah [2]: 275, 276, 278, 279 dan 280);
- Pemakan riba, penyetor riba, penulis transaksi riba dan saksi yang menyaksikan transaksi riba dilaknat (HR Muslim No. 1598);
- Riba mendatangkan azab kepada suatu negeri bukan hanya kepada pemakannya saja (Shahiih al-Jaami’, No. 279);
- Riba merusak kehormatan orang lain (Shahiih wa Dha’iif at-Targhib wa at-Tarhib, No. 2833);
- Riba menjerumuskan pada kemiskinan (Shahiih al-Jaami’, No: 5518 dan Sunan Ibnu Maajah, Hadis No. 2279);
- Riba mendatangkan paceklik atau kekeringan (Shahiih wa Dha’iif at-Targhib wa at-Tarhiib, No. 343).
Allah SWT menyampaikan bahwa sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tetapi justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, lanjutan ayat pada QS Ar-Rum ayat ke 41 berbunyi:
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١
Telah nyata kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka. Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah.
Konteks ayat ini dapat dihubungkan dengan dampak sistem moneter ribawi yang dijalankan oleh manusia. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia serta dunia berupa krisis saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.[6]
Pertama: Sistem ekonomi ribawi sudah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini. Bahkan ada negara mengalami kebangkrutan karena riba. Krisis Sri Lanka menjadi pelajaran betapa bahayanya bergantung pada utang riba, utang luar negeri dari negara-negara kapitalis (termasuk Cina) dan lembaga rentenir multinasional seperti IMF dan Bank Dunia.[7]
Sistem ekonomi ribawi telah membuka peluang para spekulan guna melakukan spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi ribawi menjadi puncak utama penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Pasalnya, uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riil yang rendah ke negara yang tingkat bunga riil yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya yang tingkat bunga riilnya relatif tinggi. Upaya memperoleh keuntungan dengan metode ini, dalam istilah ekonomi, disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riil di sini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
Kedua: Dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga berdampak terhadap pengurasan anggaran APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun dalam jumlah yang besar. Namun, karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba, maka dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerikan.
Ketiga: Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang ke dalam debt trap (jerat hutang) yang dalam, yang untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.
Keempat: Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi cateris paribus.
Penutup
Sistem Islam yang diterapkan dalam suatu negara, merupakan satu-satunya solusi yang benar dalam menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi global dan nasional. Dengan sistem tersebut mata uang akan stabil karena mengandalkan emas dan perak. Standar mata uang emas dan perak merupakan standar yang stabil dari sisi nilai dan pertukaran antar mata uang.
Yang lebih mendasar, sistem Islam adalah sistem yang berasal dari Allah SWT, yang wajib diterapkan oleh umat manusia di muka bumi ini.
WalLâhu a’lam. [Muhammad Sholahuddin, Ph.D.]
Referensi
[1] Wijayanto, nanang (2022), sindonews.com diakses pada Agustus 11, 2022, https://ekbis.sindonews.com/read/722533/33/tahun-ini-pemerintah-harus-bayar-bunga-utang-rp-4059-triliun-1648112596
[2] Wijayanto, nanang (2022), sindonews.com diakses pada Agustus 11, 2022, https://ekbis.sindonews.com/read/722533/33/tahun-ini-pemerintah-harus-bayar-bunga-utang-rp-4059-triliun-1648112596
[3] Al Jawi, Shidiq (2018) dakwahbekasi.com ,diakes pada Agustus 11, 2022. https://www.dakwah-bekasi.com/2018/01/hukum-hukum-islam-seputar-riba.html.
[4] D.N, Ainun (2022) mediaumat.com diakes pada Agustus 11, 2022. https://mediaumat.id/jebakan-utang-ribawi-berdampak-eksploitasi-dan-kesengsaraan/amp/.
[5] Al Jawi, Shidiq (2018) dakwahbekasi.com diakes pada Agustus 11, 2022. https://www.dakwah-bekasi.com/2018/01/hukum-hukum-islam-seputar-riba.html
[6] Nasional, (2021) mediaumat.id diakes pada Agustus 11, 2022. https://mediaumat.id/tanggapi-sri-mulyani-soal-riba-ajengan-yrt-semua-riba-haram-baik-ada-eksploitasi-atau-tidak/amp/
[7] Muit, Achmad (2022) , mediaumat.id , diakes pada Agustus 11, 2022 https://mediaumat.id/bankrutnya-sri-lanka-akibat-utang-riba-jadi-pelajaran-bagi-indonesia/amp/
[8] Muit, Achmad (2022) , mediaumat.id , diakes pada Agustus 11, 2022 https://mediaumat.id/bankrutnya-sri-lanka-akibat-utang-riba-jadi-pelajaran-bagi-indonesia/amp/
Sumber: Al Waie | https://www.alwaie.id
Rubrik
Siyasah