Kata orang menunggu kedatangan seseorang itu kegiatan yang membosankan. Apalagi yang di tunggu ga nongol nongol. Dah lewat jadwal lagi. Terasa panjaaang. Mau ditinggal kuatir yang ditunggu mendadak datang. Mau ditunggu terus kok ga datang datang. Mau ke kamar kecil saja kuatir. Akhirnya mau ga mau ya tetap nunggu.
Kalo nunggu kedatangan khilafah bagaimana? Apa membosankan juga? Apa sampai nahan nahan apa gitu?
Ya ada sih aspek kesamaannya. Namun prinsipnya beda. Apa bedanya?
Kalo nunggu khilafah itu bukan diam. Justru ga boleh diam. Tapi berjuang. Berjuang sekuat tenaga mendirikan khilafah. Bukan bengong. Duduk diam. Malah wajib bergerak. Berjuang. Ga boleh diam. Apalagi bengong ngelamun.
Nah berjuang itu dengan menjalankan metode dakwah Nabi Muhammad SAW. Tentu saja dengan wasilah (sarana) dan uslub masa kini. Meskipun sudah memasuki tahapan menyongsong istilamul hukmi maka tetap terus bergerak. Tetap membina, berinteraksi dengan masyarakat dan tholabun nushroh. Terus terus dan terus. Sampai kapan? Sampai khilafah berdiri.
Mengapa wajib berjuang? Karena khilafah itu wajib bahkan tajul furudh alias mahkota kewajiban. Ini bukan bombastis loh ya. Ini hanya menjelaskan fakta ajaran Islam. Mengapa ulama menyebut khilafah sebagai tajul furudh? Karena khilafah menjadi soko guru bagi semua kewajiban yang lain. Tak akan terlaksana dengan sempurna banyak kewajiban Islam tanpa khilafah. Misalnya hukum pidana seperti potong tangan pencuri, cambuk bagi pezina, cambuk bagi peminum khamr, cambuk bagi pelaku qodzaf, dll. Bahkan tegaknya kewajiban sholat, puasa, haji, zakat dll pun tak ada sempurna tanpa khilafah. Kemudian kewajiban haji, sholat jumat dll. Apalagi mengurus anak yatim, janda janda, fakir miskin, dll. Semua itu jelas harus ada negara. Dan negara itu hanya lah khilafah.
Termasuk yang tak mungkin dilaksanakan kecuali dengan khilafah adalah melindungi agama. Yakin mencegah dan menghukum siapa saja yang melecehkan atau menghina Allah, al Quran dan Rasulullah SAW. Bagaikan jamur di musim hujan dalam sistem sekuler ini manusia durhaka seolah berlomba melecehkan Islam.
Al-Hafizh al-Qurthubi (w. 671 H), ahli tafsir dan fikih yang menyusun kitab tafsir otoritatif yang memuat sajian fikih, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân (Keseluruhan dari Hukum-Hukum Al-Qur’an), tatkala menafsirkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 30)
Beliau menegaskan dalam kitab tafsirya tersebut: “Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat Khalifah.” Bahkan, beliau kemudian menegaskan:
هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع، لتجتمع به الكلمة، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصم، وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه ومذهبه
Ayat ini adalah ashlun (asal alias pokok) dari mengangkat Imam dan Khalifah yang didengar (perintahnya) dan dita’ati, untuk menyatukan kalimat, dan menerapkan hukum-hukum kepemimpinan Khalifah dengan keberadaannya. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat Khalifah) ini di kalangan umat dan para imam madzhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham yang tuli tentang syariah, begitu pula siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.[ Tafsir Qurthubi juz 1/264]
Sehingga kalo hanya nunggu saja. Tidak berjuang menegakkan khilafah akan berdosa. Mengapa karena tidak menjalankan kewajiban.
Karenanya, menunggu khilafah itu hanya dari sisi menunggu waktu nya berdiri dengan nashrullah. Semgara disisi lain tetap berjuang sekuat tenaga bersama umat islam yang lain untuk menegakkan khilafah.
Semoga Allah segerakan pertolongan Nya dengan tegaknya khilafah. Aamin. []
Oleh: Ustaz Ir. Abu Zaid
Konsultan Keluarga Muslim
Rubrik
Analisis