Sobat, hidup yang kita jalani kadang senang kadang susah. Kadang gembira kadang sedih. Kadang menggembirakan kadang menyedihkan. Seperti kezholiman rejim penguasa yang makin hari makin terasa sangat kejam kepada rakyat. Kepada kita.
Namun semua itu harus kita sadari sebagai pemberian dan karunia Allah. Kondisi senang dan susah itu adalah ujian dari Allah. Maka sebagai hamba tetap kita bersyukur kepada Allah. Mengapa? Kerena apapun keadaan kita, Allah masih berikan hidayah. Allah masih berikan pemahaman bahwa kita ini hamba. Dan DIA adalah Allah yang maha Kuasa. Sementara kita ini hanya hamba yang lemah tak berdaya. Bahkan segala ketaatan kita pun hanya dari pertolongan Allah.
Kita mungkin sering lupa. Kita merasa puas dan bangga setelah mampu beribadah. Mampu sholat malam kita merasa puas. Bisa puasa sunnah kita merasa kuat. Dll. Padahal kita tak akan mampu puasa, sholat, ngaji, berdakwah atau ketaatan apapun selain karena pertolongan Allah. Bahkan sekedar mengedipkan mata pun tak kan mampu.
Oleh karena itu tak ada yang layak di lakukan seorang hamba kecuali bersyukur. Apapun keadaan kita. Meski itu sangat sulit dicapai. Kecuali sekali lagi karena hidayah dan taufiq dari Allah. Sehingga ketika kita memilih taat maka Allah mudahkan untuk melaksanakannya. Dan ketika kita memilih untuk meninggalkan maksiat Allah pun memudahkannya.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat (mendapatkan) sesuatu yang dia sukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
"Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.’
Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
' Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan’.” (HR. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Keadaan terakhir inilah tingkatan tertinggi dalam mengahadapi musibah yaitu seseorang malah mensyukuri musibah yang menimpa dirinya. Keadaan seperti inilah yang didapati pada hamba Allah yang selalu bersyukur kepada-Nya, dia melihat bahwa di balik musibah dunia yang menimpanya ada lagi musibah yang lebih besar yaitu musibah agama. Dan ingatlah musibah agama tentu saja lebih berat daripada musibah dunia karena azab (siksaan) di dunia tentu saja masih lebih ringan dibandingkan siksaan di akhirat nanti. Karena musibah dapat menghapuskan dosa, maka orang semacam ini bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah rasa capek, rasa sakit (yang terus menerus), kekhawatian, rasa sedih, bahaya, kesusahan menimpa seorang muslim sampai duri yang menusuknya kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan musibah tersebut.” (HR. Bukhari no. 5641)
Semoga Allah jadikan kita hamba yang selalu bersyukur. Aamiin.[]
Konsultan Keluarga Muslim
Rubrik
Nafsiyah