Orang tua dan guru punya satu kesamaan tupoksi (tugas pokok dan fungsi); mendidik. Bila orang tua mendidik anak kandung, maka guru mendidik murid-murid yang diamanahkan orang tua siswa. Memang banyak perbedaannya juga antara guru dan orang tua dalam kegiatan pendidikan ini; dari segi durasi, kurikulum, dan sebagainya. Namun pendidikan tetaplah pendidikan, tetap membutuhkan kiat sukses yang sebelas dua belas. Tak jauh beda. Apa sajakah itu?
Pertama, orang tua dan para guru harus bertakwa pada Allah. Mereka harus paham bahwa amal perbuatan mereka akan dihisab dan dibalas di akhirat. Dengan landasan takwa, orangtua dan guru akan berhati-hati menjalankan amanah pendidikan, tidak mencari popularitas dan materi, dan menjaga diri dari perbuatan tercela.
Kedua, mendidiklah dengan hati ikhlas. Jadikan ridha Allah sebagai tujuan tugas mendidik. Bukan harapkan ucapan terima kasih dari orang tua murid, atau agar dikenang murid, bahkan juga bukan untuk mengharap murid menjadi cerdas dan pintar. Tapi mendidiklah sebaik-baiknya karena menghayati tugas ini adalah tugas mulia dari Allah SWT.
Mendiang KH Maimoen Zubair, ulama besar dari Rembang yang wafat di Tanah Suci berpesan, “Jadi guru tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar pada Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah.”
Ketiga, jangan mengharap pemberian dari anak didik atau orang lain. Terkadang ada orang tua yang mendidik anaknya agar kelak di masa depan anaknya sukses dalam karir atau usaha sehingga dapat menanggung hidup mereka di saat usia tua. Ini pemikiran keliru dalam dua hal; pertama. Manusia tidak pernah tahu kadar rizki dan keadaan masa depan. Berapa banyak anak yang saat usia dewasa masih jadi tanggungan orang tua karena sakit keras atau Allah beri kadar rizki yang sedikit, kedua. Pemikiran semacam ini bisa menggugurkan pahala pendidikan yang kadarnya lebih mulia ketimbang pemberian dari anak.
Pemberian dari anak didik atau orang tua mereka justru bisa menjatuhkan martabat para pendidik. Ada sebagian orang yang memberi hadiah kepada para pendidik guru ataupun dosen dengan tujuan agar anak mereka diperlakukan istimewa. Jadi pemberian itu punya pamrih. Akhirnya pendidik tidak bisa obyektif saat mengajar dan lebih buruk lagi menjadi orang berilmu yang diperbudak harta.
Keempat, orang tua dan pendidik harus memiliki karakter positif (adab mulia). Anak-anak dan siswa akan lebih menghormati guru yang beradab, menjadi teladan, meskipun kemampuan mengajar mereka biasa saja dibandingkan guru atau orang tua yang pintar tapi buruk perilakunya. Lebih jauh lagi, Allah amat murka pada orang yang mengajarkan kebaikan tapi ia sendiri tidak mengerjakan kebaikan tersebut.
Kelima, kasih sayang adalah bekal yang harus dimiliki orang tua dan pendidik saat mengasuh anak-anak atau para siswa. Seorang ayah/ibu juga pendidik harus bisa memotivasi anak-anak, tidak mudah marah namun tegas, menyentuh perasaan mereka agar bertakwa pada Allah SWT dan sungguh-sungguh dalam belajar. Nabi SAW adalah sosok orang tua, suami, dan pengajar yang penuh rahmah pada keluarga dan para sahabat. Beliau tidak marah ketika ada orang Arab Badui yang kencing di pojok mesjid lantaran ketidaktahuannya. Beliau juga bersabar ketika ada orang yang menarik sorban dari leher Beliau sehingga meninggalkan bekas guratan merah di lehernya.
Keenam, orang tua dan guru harus mengembangkan uslub mengajar tidak terpaku pada satu pola saja. Anak-anak dan para siswa bisa jenuh dan kehilangan semangat belajar jika mendapatkan cara pengajaran yang berulang-ulang. Orang tua dan guru bisa menggunakan uslub alat peraga, membawa anak dan siswa ke tempat yang menyenangkan seperti di taman, perpustakaan, masjid, dan sebagainya. Atau bisa mengundang orang yang punya pengalaman menarik dan berilmu untuk berbagi pengetahuan dengan anak-anak dan para siswa.
Terakhir, sedari awal wajib dipahami orang tua dan guru bahwa keberhasilan pendidikan adalah karunia dari Allah SWT. Maka keduanya harus banyak taqarrub pada Allah dengan berdoa dan ibadah-ibadah sunah, serta tak lupa mendoakan anak-anak didik mereka agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan mendapatkan hidayah Allah SWT.
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (TQS. Al-Qashash/28 : 56). []
Oleh: Ustaz Iwan Januar
Pakar Parenting Islam
Rubrik
Keluarga