Ada saja orang tua yang siap pasang badan melindungi kesalahan anak. Bagi orang tua yang melakukan hal itu alasannya karena kasih sayang dan berharap anak mereka tidak mengulang kesalahannya. Untuk sejumlah kondisi tertentu orang tua pantas untuk pasang badan atas kesalahan anak. Namun untuk kondisi lain, menjadi bumper kesalahan anak justru bisa menjadi masalah. Bukan untuk orang tua, tapi justru jadi masalah untuk anak-anak mereka sendiri.
Ketika bicara kesalahan yang dilakukan anak, orang tua wajib untuk memahami kapan hal itu jadi tanggung jawab orang tua, dan kapan saat anak harus belajar memikul tanggung jawab atas kesalahannya. Patokannya bukanlah kebiasaan umum di masyarakat. Tidak semua hal yang berlaku di masyarakat itu patut ditiru.
Demikian pula hukum positif yang berlaku di tanah air, juga tidak bisa menjadi patokan hal tadi. Bagi kita, kaum muslimin, harus berpegang pada standar yang ditentukan agama. Islam sudah menetapkan batas halal dan haram, juga siapa yang bertanggung jawab terhadap perbuatan setiap hamba. Itulah hisab. FirmanNya:
Sungguh, kepada Kami-lah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kami-lah membuat perhitungan atas mereka. (TQS. Al-Ghasyiyah [88]: 25 – 26).
Sebagai orang tua kita wajib memahami bila anak-anak yang belum baligh, mereka terbebas dari hisab Allah Swt. Pada saat itu orang tua punya tanggung jawab besar mendidik anak dengan ajaran Islam sebaik-baiknya. Selain juga berkewajiban melindungi anak-anak dari perbuatan tercela dan hal yang membahayakan mereka. Sabda Nabi Saw:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ
Diangkat pena dari tiga orang, yaitu orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia dewasa, dan dari orang yang gila hingga ia berakal atau sadar. (HR. Nasa’i)
Namun ketika anak-anak sudah beranjak aqil baligh, orang tua semestinya paham kalau mereka bertanggung jawab atas setiap tindakan diri sendiri. Selain itu, orang tua juga wajib memahamkan pada anak bila mereka harus berpikir sebelum bertindak. Anak-anak kita yang sudah menjadi mukallaf, harus dipahamkan kalau mereka sudah harus bertanggung jawab atas setiap perbuatan mereka.
Orang tua dan anak sama-sama wajib memahami kalau anak tidak menanggung dosa orang tua, dan juga sebaliknya. Nabi Saw. bersabda:
لاَ يَجْنِى جَانٍ إِلاَّ عَلَى نَفْسِهِ لاَ يَجْنى وَالِدٌ عَلَى وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ عَلَى وَالِدِهِ
Tidaklah seseorang berbuat dosa kecuali menjadi tanggung jawabnya sendiri, tidaklah orangtua berbuat dosa menjadi tanggung-jawab anaknya dan tidak pula anak berbuat dosa menjadi tanggung jawab orang tuanya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Jadi, nggak bisa orang tua menanggung kesalahan anaknya yang sudah remaja di dunia, apalagi akhirat. Harap diingat, sesayang apapun orang tua pada anak takkan bisa pikul dosa anaknya di yawmil akhir. Pada putrinya, Fatimah, Rasulullah berpesan bahwa beliau tak bisa menolongnya kelak di hadapan Allah Ta’ala.
وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِى مَا شِئْتِ مِنْ مَالِى لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Wahai Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Mulailah ajarkan anak-anak kita untuk bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan sejak dini. Di saat kecil, bila ia menelantarkan mainnya lalu hilang, maka ajarkan ia untuk tidak mengulanginya dan menerima akibat tidak merawat mainannya. Bila ia memukul adiknya atau kawannya, maka orang tua menasihatinya dan bila perlu memberinya sanksi sesuai usia. Anak-anak yang sejak kecil diajarkan menerima konsekuensi perbuatannya, maka ia akan terlatih untuk bertanggung jawab dan berpikir sebelum bertindak.
Namun orang tua yang selalu pasang badan untuk anaknya, apalagi membela terus kesalahan anaknya kelak akan menerima dua hukuman; pertama, anaknya akan mengecilkan arti kesalahan dan tanggung jawab, manja, berlindung di balik ketiak orang tuanya, karena tahu orang tuanya akan turun tangan membela mereka. Nah, maukah orang tua terus dibuat susah anak-anak mereka sampai tua kelak, karena anak-anak mereka tak pernah kenal arti tanggung jawab?
Kedua, anak-anak yang selalu dibela orang tuanya akan terus mencari tumbal orang lain untuk disalahkan. Ketika orang tua mereka sudah tak bisa lagi membela kesalahannya, anak-anak seperti ini sudah terpasang pemikiran untuk lepas tanggung jawab dan melimpahkannya pada orang lain.
Saat ini, kita sudah banyak melihat tipikal pemimpin seperti ini. Ketika rakyat kesusahan, mereka malah menuduh rakyat pemalas. Ketika rakyat antri minyak goreng, mereka menyalahkan rakyat yang kebanyakan menggoreng makanan. Ketika harga kebutuhan pokok meroket, para pemimpin seperti ini meminta rakyat untuk mengurangi makanan, bercocok tanam di halaman rumah, atau rakyat diminta bersyukur karena harga kebutuhan pokok di negeri ini masih lebih murah dibandingkan negara lain.
Para pemimpin seperti itu tidak pernah mau mengakui kesalahan diri sendiri, tidak mau memikul tanggung jawab kekuasaan yang mereka miliki. Inilah buah dari pola didik pasang badan yang dilakukan oleh orang tua atau orang-orang di sekitar mereka. Ayah bunda, mau anak-anak tumbuh menjadi orang-orang seperti ini?
Mulailah menanamkan jiwa ksatria dan bertanggung jawab pada anak. Biarkan mereka merasakan konsekuensi perbuatan keliru mereka. Meski orang tua mungkin merasa sedih dan pahit. Tak mengapa, Itu jauh lebih baik ketimbang merusak mental anak remaja kita di masa depan kelak.
Rubrik
Keluarga