Dari sekian banyak pekerjaan, menjadi pendidik adalah profesi yang penuh pujian dari Allah dan RasulNya. Apapun sebutannya; guru, mualim, mudaris, muadib, pendidik, dosen sama saja. Mereka tengah menjalankan satu tugas layaknya para nabi dan rasul; mendidik umat. Para pendidik ini dijanjikan pahala yang kelak terus mengalir hingga ke alam barzakhnya.
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim)
Kesuksesan dan harumnya nama para pendidik umat tidaklah semata karena penguasaan ilmu yang mereka punya, tapi lebih karena mulianya akhlak dan kehati-hatian mereka dalam menjaga adab. Para pendidik patut memperhatikan nasihat Abdullah bin Mas’ud ra.: “Orang berilmu bukan yang banyak hafalan hadits, tapi dikarenakan banyaknya rasa takut pada Allah.”
Pendidik yang beradab mulia adalah salah satu kunci keberhasilan dunia pendidikan. Buruknya perangai para pendidik akan menggiring umat manusia pada kehancuran. Kembali Ibnu Mas’ud ra. memberikan nasihat; “Senantiasa manusia berada dalam kebaikan jika mereka mengambil ilmu dari orang-orang mulia, dari ulama mereka, dan orang-orang yang amanah. Maka jika mereka mengambil dari orang-orang hina/rendahan dan yang berperangai buruk niscaya mereka binasa.”
Tingginya jenjang pendidikan, pengalaman mengajar, banyaknya hafalan penguasaan tsaqofah Islam, tidak berarti bila para pendidik tidak memiliki adab-adab mulia sebagai pendidik. Karena pendidikan tujuannya menciptakan insan dengan kepribadian Islam, bukan mencetak piranti komputer atau melatih hewan sirkus. Ini bukan hanya berlaku dalam pendidikan agama, namun juga dalam dunia pendidikan secara umum.
Sedihnya, falsafah hidup sekulerisme-liberalisme sudah menghancurkan adab-adab dalam dunia pendidikan, termasuk merusak akhlak para pendidik. Bermuncullanlah para pendidik dengan mental beracun, toxic teacher. Alih-alih memberi dampak positif dan keberhasilan pendidikan, mereka justru meracuni para siswa dengan perangai buruk mereka.
Ini terjadi karena dalam tata nilai sekulerisme-liberalisme, menjadi pendidik adalah profesi semata demi materi; karir, gaji, atau popularitas. Kesuksesan seorang pendidik diukur dengan skor, dan meminggirkan adab para pendidik. Inilah yang melahirkan para pendidik yang menularkan racun pada peserta didik.
Beberapa karakter toxic teacher yang harus dijauhi para pendidik adalah sebagai berikut:
1. Defisit rasa ikhlas. Keikhlasan adalah kunci keberhasilan dunia pendidikan, sekalipun pendidik harus digaji secara profesional. Namun bila tolak ukur pendidik melulu materi, binasalah amal saleh mereka. Allah SWT. amat cinta pada pendidik yang dengan sepenuh hati mengajar murid-murid mereka, tanpa mengharapkan pamrih meski sekedar ucapan terima kasih apalagi materi dari para pencari ilmu.
2. Minim ri’ayah. Pendidik layaknya pemimpin, mereka telah diamanahi peserta didik yang mesti mereka ri’ayah; terpelihara segala kebutuhan mereka. Tidak sekedar menanyakan tugas pendidikan, tapi juga memperhatikan pribadi peserta didik, menanyakan kabar mereka, termasuk mencari solusi dan nasihat bila mereka menghadapi kesulitan meski untuk selain mata kuliah/pelajaran mereka.
3. Suka bergosip. Entah untuk alasan apa ada pendidik yang suka bergosip di depan majlis/kelas, membicarakan keburukan orang lain, termasuk rekan sejawat mereka atau tempat mereka mengajar. Hal ini bukannya mengundang simpati dari murid, justru menjatuhkan martabat sang pendidik, selain juga meracuni pikiran para pencari ilmu dengan kebiasaan gosip dan mengumbar keburukan sesama guru, dll.
4. Keras dan kasar. Sebagian pendidik berpikir bahwa sikap keras pada pencari ilmu akan membuat mereka bersungguh-sungguh dalam belajar. Ada yang bangga disebut sebagai guru killer. Namun yang terjadi justru membuat pelajaran itu dijauhi dan tidak diminati para siswa. Bukankah Nabi SAW. adalah sosok pendidik yang ramah dan lembut bahkan pada Arab Badui yang kencing di dalam Mesjid Nabawi?
5. Menampakkan Ketidakpatutan Sebagai Teladan. Guru, bagaimanapun keadaannya, dituntut berada di depan para pencari ilmu dalam kebaikan. Saat melaksanakan amalan wajib dan sunnah, para pendidik mendahului para murid. Mereka berada lebih awal di mesjid saat waktu shalat tiba, mengerjakan shaum sunnah, menyambut kedatangan murid di pintu kelas/majlis, dsb.
6. Tidak menjaga adab terhadap lawan jenis. Bila Anda pria dan berprofesi sebagai pendidik, ingatlah pesan Nabi SAW. bahwa tidak ada fitnah yang lebih besar sepeninggal beliau yang akan menimpa kaum pria melainkan datang dari godaan wanita. Sayangnya, tidak sedikit pendidik yang justru tidak menjaga adab terhadap lawan jenis, bahkan itu mereka lakukan secara terbuka dan diketahui oleh para pencari ilmu.
Khatimah
Pendidik bukanlah pribadi sempurna, namun ia harus menjadi sosok yang berusaha dalam kebaikan dan sabar dalam meri’ayah (mengurus) keperluan para pencari ilmu. Ia pun akan sekuat tenaga menjaga dirinya dari perbuatan dosa besar maupun yang kecil. Meskipun ia sadar bahwa ia jauh dari sempurna, tapi ia berusaha untuk tidak menampakkan kelemahan dirinya di hadapan murid-muridnya.
Terlebih lagi, wajib dipahami, pendidik yang tidak menjaga adab bukan saja merusak dirinya, tapi bisa menyesatkan para pencari ilmu, menjadi fitnah bagi ilmu yang diajarkan, bahkan menjadi fitnah bagi agama Allah. Bayangkan, para pencari ilmu menjadi tersesat dalam beramal, bahkan membenci agama Allah karena akhlak buruk para pendidik, ustadz, atau muadib. Karena di mata para pencari ilmu, mereka adalah representasi atau pihak yang dianggap mewakili agama Allah. Wal iyyadzu billah.
Rubrik
Keluarga