Nabi Muhammad SAW. Kembali Dinistakan, Umat Tak Boleh Diam!


Kaum munafik kembali berulah. Mereka kembali menistakan Rasulullah saw. Kali ini pelakunya pihak manajemen Holywings, sebuah kafe di Jakarta. Holywings mengunggah promosi minuman beralkohol gratis bagi pengunjung yang memiliki nama Muhammad dan Maria.

Promosi tersebut viral di media sosial. Selang berapa lama, unggahan itu menyebar. Holywings lalu dikecam oleh banyak warganet (JPNN.com, 25/6).

Demikianlah. Sistem demokrasi—yang menjadikan kebebasan sebagai pilar utamanya—terbukti merupakan pintu bagi masuknya ragam kerusakan. Minuman keras (miras), misalnya—yang jelas diharamkan dalam Islam—dilegalkan atas nama kebebasan. Atas nama kebebasan pula, Islam dan syariahnya, al-Quran serta Nabi Muhammad yang mulia sering dijadikan obyek pelecehan dan penistaan.


Wajib Mencintai Nabi saw.

Bagi kaum Mukmin, mencintai Nabi Muhammad saw. akan disertai dengan memuliakan sosoknya. Karena itu mereka tidak akan rela jika Nabi Muhammad saw. dihinakan.

Mencintai Baginda Nabi Muhammad saw. tentu tidak seperti mencintai sesama insan. Kecintaan seorang Muslim kepada beliau harus di atas kecintaan kepada yang lain; baik harta, kedudukan, jabatan, keluarga bahkan dirinya sendiri. Baginda Nabi Muhammad saw. bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Belum sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia (HR al-Bukhari).

Pada suatu hari Umar bin al-Khaththab ra. berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu, kecuali dari diriku sendiri.” Beliau menjawab, “Tidak. Demi Allah, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Berkatalah Umar, “Demi Allah. Kalau begitu, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri!” (HR al-Bukhari).

Karena itu mencintai Baginda Nabi Muhammad saw. hukumnya wajib. Allah SWT mengancam dengan keras siapa saja yang cintanya kepada Rasul saw. terpalingkan oleh kecintaan kepada yang lain:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan keluarga kalian, juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik.” (TQS at-Taubah [9]: 24).

Banyak keutamaan yang kelak Allah berikan untuk siapa saja yang mempertahankan mahabbah (kecintaan) kepada Allah SWT dan Nabi-Nya di atas segalanya. Di antaranya, mereka kelak akan dikumpulkan bersama Nabi Muhammad saw. di surga-Nya kelak.

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang Hari Kiamat, “Kapan Hari Kiamat itu?” Nabi bertanya, “Apa yang sudah engkau siapkan untuk menghadapinya?” Dia menjawab, “Tidak ada, kecuali aku sungguh sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau bersabda:

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR al-Bukhari).

Orang yang mencintai Allah SWT dan Nabi-Nya juga akan merasakan manisnya iman. Demikian sebagaimana sabdanya:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا

“Ada tiga perkara yang jika terdapat pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman (di antaranya): Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).


Haram Menista Nabi saw.

Jika mencintai Nabi Muhammad saw. merupakan kewajiban dan kebaikan yang amat luhur, maka menista (istihzâ’) kemuliaan beliau adalah dosa besar. Allah SWT berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih (TQS at-Taubah [9]: 61).

Allah SWT juga berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا

Sungguh orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya itu, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat. Allah pun menyediakan bagi mereka siksaan yang menghinakan (TQS al-Ahzab [33]: 57).

Lalu apa saja yang terkategori menistakan Baginda Nabi Muhammad saw.? Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah telah menjelaskan batasan tindakan orang yang menghujat Nabi Muhammad saw. yaitu: kata-kata yang bertujuan meremehkan dan merendahkan martabat beliau, sebagaimana dipahami kebanyakan orang, terlepas perbedaan akidah mereka, termasuk melaknat dan menjelek-jelekkan (Lihat: Ibn Taimiyyah, Ash-Shârim al-Maslûl ‘alâ Syâtim ar-Rasûl, I/563).

Al-Qadhi Iyadh juga menjelaskan bentuk-bentuk hujatan kepada Nabi saw. Orang yang menghujat Rasulullah saw. adalah orang yang mencela, mencari-cari kesalahan, menganggap pada diri Rasul saw. ada kekurangan; mencela nasab (keturunan) dan pelaksanaan agamanya; juga menjelek-jelekkan salah satu sifatnya yang mulia; menentang atau menyejajarkan Rasulullah saw. dengan orang lain dengan niat untuk mencela, menghina, mengerdilkan, menjelek-jelekkan dan mencari-cari kesalahannya (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifâ bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ, hlm. 428).

Masih menurut al-Qadhi Iyadh, ketika seseorang menyebut Nabi saw. dengan sifatnya, seperti anak yatim atau buta huruf, meski ini merupakan sifat beliau, tetapi jika labelisasi tersebut bertujuan untuk menghina beliau atau menunjukkan kekurangan beliau, maka orang tersebut sudah layak disebut menghina beliau. Inilah yang menyebabkan seorang ulama sekaliber Abu Hatim at-Thailathali difatwakan oleh fuqaha Andalusia untuk dihukum mati. Hal yang sama dialami oleh Ibrahim al-Fazari, yang difatwakan oleh fuqaha Qairuwan dan murid Sahnun untuk dihukum mati (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifâ bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ, hlm. 430).

Hal senada juga dinyatakan oleh Khalil Ibn Ishaq al-Jundi, ulama besar mazhab Maliki. Kata beliau: Siapa saja yang mencela Nabi saw.; melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifat beliau; menyebutkan kekurangan pada diri dan karakter beliau; merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu dan kezuhudannya; menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada beliau; mencela beliau dll maka hukumannya adalah dibunuh (Lihat: Khalil Ibn Ishaq al-Jundi, Mukhtashar al-Khalîl, I/251).

Karena itu membuat iklan promosi miras dengan menawarkan minum gratis bagi pengunjung yang bernama Muhammad merupakan penistaan yang sangat keterlaluan. Sebabnya, bisa dipastikan bahwa itu bermaksud mengolok-olok kemuliaan nama besar Nabi Muhammad saw.


Umat Tak Boleh Diam!

Penistaan terhadap marwah Nabi saw. terus berulang karena banyak Muslim dan tokoh-tokohnya memilih diam. Mereka berpikir bahwa diam dan bersabar ketika Nabi saw. dinista adalah sebuah kebaikan. Padahal bungkamnya mereka membuat penistaan ini kian menjadi-jadi. Mereka pun sebenarnya telah berdosa karena mendiamkan kemungkaran. Mereka seperti lupa dengan sindiran Imam asy-Syafii kepada orang yang diam saat agamanya dihina:

مَنِ اسْتُغْضِبَ فَلَمْ يَغْضَبْ فَهُوَ حِمَارٌ

“Siapa yang dibuat marah, namun tidak marah, maka ia adalah keledai.” (HR al-Baihaqi).

Ulama besar Buya Hamka rahimahulLâh juga mempertanyakan orang yang tidak muncul ghirah-nya ketika agamanya dihina. Beliau menyamakan orang-orang seperti itu seperti orang yang sudah mati. “Jika kamu diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.”

Pada zaman Nabi saw. ada seorang pria yang amat marah kepada istrinya karena terus-menerus menghina Nabi saw.. Akhirnya, sang suami membunuh istrinya tersebut. Ketika kabar ini sampai kepada Baginda Nabi saw. dan pria ini mengakui perbuatannya, beliau bersabda:

أَلاَ اشْهَدُوا أَنَّ دَمَهَا هَدَرٌ

“Saksikanlah bahwa darah perempuan yang tertumpah itu sia-sia (tidak ada tuntutan)!” (HR Abu Dawud).

Karena itu, wahai kaum Muslim, marilah kita bela agama kita! Belalah Nabi kita yang mulia! Sungguh Nabi Muhammad saw. telah berjuang membela nasib kita agar menjadi hamba-hamba Allah SWT yang layak mendapatkan Jannah-Nya kelak. Penistaan kepada beliau terus terjadi karena diamnya sebagian besar dari kita terhadap hal ini.

Penistaan terhadap Nabi Muhammad saw. juga terjadi karena prinsip kebebasan dalam demokrasi yang memberikan panggung kepada orang-orang yang mendengki dan terus menyerang Islam. Ketahuilah mereka tak akan pernah berhenti melakukan penyerangan terhadap agama ini. Kedengkian yang tersimpan dalam hati mereka jauh lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118).

Sungguh Islam tak akan dapat terlindungi jika umat tak memiliki pelindung yang kuat. Dulu Khilafah Utsmaniyah sanggup menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menista kemuliaan Nabi saw. Saat itu Sultan Abdul Hamid II langsung mengultimatum Kerajaan Inggris yang bersikukuh tetap akan mengizinkan pementasan drama murahan tersebut. Sultan berkata, “Kalau begitu, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!”

Kerajaan Inggris pun ketakutan. Pementasan itu dibatalkan. Sungguh, saat ini pun umat membutuhkan pelindung yang agung itu. Itulah Khilafah ‘alâ minhâj an-nubuwwah. []

—*—

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. Berat terasa oleh dia penderitaan kalian. Dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian. Dia amat belas kasihan lagi penyayang kepada kaum Mukmin. (TQS at-Taubah [9]: 128). []

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال