Terkait pentingnya sosialisasi penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, itu memerlukan ruang dan waktu untuk menjelaskan sesuatu yang bagus tersebut.
“Yang sebenarnya kita perlukan itu ruang dan waktu untuk memberikan penjelasan itu. Mengapa? Karena ini barang bagus kok. Mana ada ini barang jelek. Wong dari Allah, Dzat Maha Bagus,” tuturnya dalam Collaboration Talkshow, puncak rangkaian Ekspo Rajab 1443 H: Ambruknya Kapitalisme, Tegaknya Peradaban Islam, hari ketujuh yang dilakukan secara daring dan luring, Ahad (27/2/2022).
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah an-Nahl ayat 125 yang artinya, ‘Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik’, maka ia memaknai, memang sangat dibutuhkan kemampuan menerangkan suatu hujah (argumentasi) dengan jelas dan tegas kepada umat.
Lantas, terkait hujah dimaksud, setidaknya ada tiga substansi yang ia kupas. Pertama, bersifat empiris. “Dijelaskan, bahwa kerusakan-kerusakan sekularisme, kapitalisme, demokrasi, itu untuk orang enggak ngeh, harus dibacakan,” tegasnya.
Alasannya, ketika tidak membaca sendiri, seseorang terkadang belum mengerti bahkan tidak memahami kerusakan-kerusakan yang sedang terjadi di sekitarnya.
Sebut saja di Amerika Serikat (AS). Menurut UIY, publik di sana dalam posisi sangat terkejut ketika menyaksikan perilaku LGBT berikut same sex marriage (perkawinan sejenis) yang sekarang (sejak pertengahan 2015) justru dilegalkan di seluruh negara bagian.
Padahal di tahun 1950-an, perilaku seksual menyimpang tersebut ditentang keras di sana. “Hanya gegara voting di MA (Mahkamah Agung) menang lima lawan empat. Mereka hanya selisih satu suara,” ungkapnya.
Bahkan seperti halnya setelah ia mencari tahu, ternyata di seputar perdebatan di MA dimaksud, sarat dengan pertanyaan-pertanyaan krusial. “Apa sih itu menikah? Apakah menikah itu harus punya anak? Apakah menikah itu harus dengan yang lain jenis? Kalau menikah itu untuk cinta, apakah kita tidak bisa cinta dengan sesama jenis? Sampai begitu,” urainya.
Kalau dalam bahasa Al-Qur’an, ujar UIY, persis dengan surah Thaha ayat 123, yakni, ‘Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dijamin tidak akan sesat dan tidak akan celaka’. “Artinya, mafhum mukhalafah, kalau tidak mengikuti petunjuk-Ku, ya sesat,” jelasnya.
“Wong seanjing-anjingnya anjing yang paling anjing saja itu enggak pernah keliru, tidak pernah ada gejala lesbianisme, dan tidak ada gejala homoseksualitas di kalangan komunitas anjing yang paling anjing sekalipun. Itu tidak ada,” kritiknya tegas.
Maknanya, kata UIY, penting menyampaikan argumentasi kepada publik dengan hujah empiris.
Kedua, argumen historis. “Harus dijelaskan bahwa kita ini, umat Islam ini, bukan umat kemarin sore. Risalah Islam bukan risalah kemarin sore. Khilafah itu bukan kemarin sore,” ucapnya dengan alasan agar umat tidak merasa kaget.
Kaget yang ia maksud, sebagaimana dulu penolakan atas jilbab maupun kerudung. Tetapi seiring waktu, kedua jenis pakaian Muslimah itu diterima. “Tetapi itu perlu waktu sebelas tahun untuk akhirnya disahkan menjadi seragam resmi SMA, SMP bahkan SD. Polisi juga akhirnya boleh, polwan. Kemudian perempuan militer juga boleh,” terangnya.
“(Pun) bank syariah itu baru disahkan setelah 19 tahun,” imbuhnya.
Dengan demikian, apabila dakwah tentang pentingnya penerapan khilafah saat ini sulit, menurut UIY itu memang wajar. Karena memang sudah 101 tahun hitungan hijriah, sejak runtuhnya Khilafah Utsmani tahun 1924 M, umat hidup di dalam sistem selain Islam.
Kemudian ketiga, yang menurutnya paling penting. Bahwasanya, menegakkan khilafah hukumnya adalah wajib. Malah, kata UIY, kita boleh bertanya kepada mereka yang menentang. “Kalau tidak wajib (menegakkan) khilafah itu, terus hukume opo (hukumnya apa)?” tantangnya.
Tentu saja, lanjutnya, ketika mereka berupaya mencari, pasti akan sampai pada kesimpulan bahwa memang tidak ada dalil kecuali hujah menegakkan khilafah itu wajib.
Terlebih, dikarenakan ini fardhu kifayah, ketika ada sekelompok Muslim memperjuangkan, sebenarnya perjuangan ini membantu mereka, para penentang. “Sebab kalau tidak terwujud kan kita semua dosa. Jadi mestinya mereka itu mendukung kita, membantu kita,” imbaunya.
Kalaulah kemudian tetap ada perlakuan-perlakuan yang terkategori ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHGR), tutur UIY, memang itu tugas mereka menghambat yang haq, dan termasuk bagian dari sunatullah.
“Ini sunatullah lagi. Bahwa memang tidak pernah sepi dengan ancaman, tantangan, hambatan, gangguan dan rintangan. ATHGR, tidak pernah,” semangatnya.
Persoalannya, sebagai seorang Muslim, kita memilih berada di posisi yang mana, hizbullah atau hizbusyaithan? “Hanya itu saja, dan saya kira kita semua sudah menetapkan hati kita bahwa kita itu insyaAllah sampai ajal menjemput akan selalu istiqamah di bagian atau menjadi bagian dari hizbul-haq atau hizbullah ini,” pungkasnya.[]
Zainul Krian
Sumber: https://mediaumat.id/uiy-ini-barang-bagus-perlu-ruang-dan-waktu-untuk-menjelaskan/
Rubrik
Nasional