Soroti Ciri Penceramah Radikal, Muballigh Sultra: Didasari Kepentingan Politik

 


Usai merilis sejumlah ciri-ciri yang disebut sebagai penceramah radikal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kini jadi sorotan publik.

Muballigh Sulawesi Tenggara (Sultra) Ustaz Yuslan Abu Fikri menyayangkan apa yang telah dirilis oleh BNPT tersebut sebagai ciri-ciri penceramah radikal.

"Atas hal ini sangat disayangkan oleh banyak pihak khususnya oleh para ulama, aktivis dan sejumlah ormas-ormas islam. Sebab hal ini akan sangat berpotensi besar dalam memecah belah umat," katanya, Kamis (10/3/2022) malam.

Dengan adanya pernyataan tersebut, kata dia, Umat dikotak-kotakan dalam istilah Islam radikal dan Islam moderat atau Islam tradisional dan Islam modern. Sehingga perpecahan dan disintegrasi umat tak akan bisa terelakkan, maka hal ini jelas sangat berbahaya.

Padahal, Ustaz Yuslan melanjutkan, berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, Allah SWT dan Rasul-Nya hanya menunjukkan satu identitas keislaman kita yakni Islam Kaaffah, yang dengannya kerahmatan islam akan terwujud secara nyata dan menyeluruh dalam kehidupan manusia.

"Terlebih lagi rilis ini juga akan sangat membahayakan kehidupan umat Islam dan menjauhkan umat dari konsepsi Islam yang sesungguhnya," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mmengungkapkan, ketika Islam menuntut dan menuntun pemeluknya untuk menjadi seorang muslim yang kaaffah, yaitu muslim yang menghendaki agar seluruh syariat Islam diterapkan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara termasuk di dalamnya Jihad dan Khilafah sebagai ajaran islam yang tinggi, justru malah dimonsterisasi dan dilabeli serta dicap dengan istilah radikal.

Hal ini kemudian memunculkan islamphobia di tengah-tengah umat, dan pada akhirnya umat hidup dalam proses sekularisasi – liberalisasi dan moderasi beragama.

Tidak cukup hanya itu, kata dia, hal ini juga akan sangat membahayakan pula bagi kehidupan berbangsa, karena proyek radikal ini bisa digunakan untuk men-drive kekuasaan menuju otoritarianisme dan korporatokrasi oligarki yang lebih dalam dengan dalih/alasan melawan radikalisme.

Mereka yang kritis terhadap kekuasaan dibungkam, dikriminalisasi dan dipersekusi begitu rupa. Dalam Islam, seorang muslim diwajibkan menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar termasuk didalamnya melakukan muhasabah lil hukkam, mengoreksi segala hal yang terkait dengan kebijakan mungkar pemerintah.

"Ini yang kemudian diarahkan kepada narasi radikal radikul yang bertujuan mematikan nalar kritis dan kritik publik," tegasnya.

Dari semua hal tersebut, ia menilai, maka sangat tampak jelas bahwa narasi radikal yang disematkan dalam rilis tersebut adalah bersifat pada kepentingan politik belaka. Termasuk kepentingan politik ini tidak hanya dibaca dalam konteks regional, tapi juga harus disadari bahwa hal ini sangat terkait erat dengan kepentingan politik global barat dengan melakukan berbagai narasi stigmatis dan fitnah-fitnah keji atas umat Islam dan ajarannya.

Hal tersebut juga termasuk narasi radikalisme yang merupakan agenda Barat melalui Rand Corporation, yang dengan itu ditargetkan bisa menghadang tegaknya kembali kebangkitan peradaban islam dalam naungan Khilafah.

Barat sadar betul bahwa peradaban kapitalismenya yang diadopsi dunia tak terkecuali indonesia telah gagal total dalam menyelesaikan segala problematika kehidupan bahkan justru membawa kehidupan manusia pada kerusakan, penderitaan dan bencana yang tak berkesudahan.

Di saat yang sama kesadaran politik umat Islam untuk kembali kepada Islam ideologi dengan seluruh keagungan peradabannya semakin meningkat sehingga bagi barat ini adalah sebuah ancaman serius bagi keberlangsungan penjajahan yang dilakukannya.

"Inilah mengapa barat begitu sangat berkepentingan untuk menghadang bangkitnya kembali Islam dengan sistem Khilafahnya, karena hanya dengan Khilafahlah satu satunya metode bagi terwujudnya peradaban islam," ujarnya.

Maka oleh karena itu, ia mengatakan, haruslah dipahami dan disadari oleh semua pihak bahwa ancaman nyata dan bahkan telah menimbulkan bencana bagi negeri ini adalah penerapan ideologi kapitalisme liberal, yang telah membuat negeri yang kita cintai ini makin tergadai oleh para oligarki, keadilan hukum dan kesejahteraan ekonomi makin sulit tercapai, separtisme seperti OPM Papua yang terus membunuhi orang-orang yang bertugas di sana.

Kemudian juga problem naiknya kekayaan pejabat negara di tengah pandemi saat rakyat banyak yang kesusahan, bisnis PCR pejabat, pengesahan UU IKN, UU Omnibus Law, UU Minerba, krisis sembako seperti minyak goreng, kedelai, daging tambah lagi harga gas 5,5 kg dan 12 kg.

"Ini semua menunjukkan kekacauan yang dihasilkan dari kebijakan yang kapitalistik liberal," nilainya.

Olehnya itu, ia mengungkapkan, persoalan ini sudah jelas bahwa proyek dalam narasi radikalisme tidak lain hanyalah akal-akalan saja dari kepentingan politik yang sesat dan menyesatkan umat.

Narasi radikalisme ini mesti dihentikan karena sesungguhnya yang dibutuhkan umat saat ini bukanlah narasi radikal, tapi bagaimana problem kehidupan masyarakat bisa tuntas terselesaikan dan hal itu hanya akan terwujud dengan kembalinya umat menerapkan Islam Kaaffah, yang dengannya keberkahan dan kerahmatan islam akan terwujud secara sempurna, menebarkan kebaikan bagi setiap umat baik muslim maupun non muslim.

"Dan sudahilah, karena sesungguhnya semua upaya makar terhadap Allah dan Rasul-Nya hanya akan berakhir dengan kegagalan, sekaligus hal ini hanya akan menambah kekuatan dan keyakinan bahwa pertolongan Allah akan segera tiba dan kemenangan Islam akan segera terwujud kedalam pangkuan umatnya," pungkasnya.

Sumber : https://telisik.id/news/soroti-ciri-penceramah-radikal-muballigh-sultra-didasari-kepentingan-politik
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال