Menghadapi Serangan Terhadap Islam

 


Kronis. Di negara yang mayoritas (86,88% atau setara dengan 236,53 juta jiwa) penduduknya Muslim, berbagai serangan terhadap Islam, ajaran dan pemeluknya berlangsung secara massif. Ada penghinaan, pelecehan, penodaan agama, kriminalisasi, kampanye negatif hingga serangan secara fisik seperti perusakan tempat ibadah maupun aset umat Islam.


Akar Penyebab Serangan terhadap Islam

1) Menguatnya Islamofobia.

Islamofobia dimaknai sebagai sinisme, prasangka buruk, salah paham, ketidaksukaan dan kebencian terhadap Islam dan umat Islam. Islamofobia sesungguhnya memiliki akar sejarah yang panjang. Ia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perseteruan antara Islam dan Nasrani. Titik kulminasinya pada peristiwa Perang Salib yang berlangsung lebih dari dua abad (antara 1095-1291 M). Karena itu Islamofobia sesungguhnya merupakan bentuk dari Perang Salib di era modern saat ini.

Runnymede Trust—sebuah lembaga pemikir (think tank) tentang kesetaraan ras yang terkemuka dan independen di Inggris—mendefinisikan islamofobia sebagai “rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan semua Muslim”. Mereka menemukan bahwa hal tersebut secara faktual dapat ditemukan pada praktik diskriminasi terhadap kaum Muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, masyarakat serta kebangsaan.1

Di tingkat global, penguatan Islamofobia terjadi pasca peristiwa 9/11. Sejak itu ada seruan Amerika Serikat untuk melakukan perang melawan terorisme secara global. Sejak itu, umat Islam distereotip sebagai kelompok teroris. Islam pun dicitrakan sebagai agama yang mengajarkan terorisme. Di Indonesia, gejala Islamofobia muncul pasca terjadinya ledakan Bom Bali pada tahun 2002, yang diikuti dengan serangkaian ledakan bom pada tahun-tahun berikutnya.

Pada perkembangannya, narasi-narasi Islamofobia di negara Barat seperti Amerika Serikat sudah berkembang menjadi sebuah industri. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membangun narasi Islamofobia di media mainstream, media cetak, media online dan media sosial pada kurun waktu 2003-2013 mencapai Rp 28 triliun. Nathan Lean bahkan mengungkapkan bahwa ketakutan dan prasangka Barat terhadap Islam adalah dagangan yang menarik untuk dijual terus-menerus.2 Industri Islamofobia dengan narasi dan propaganda tersebut digaungkan oleh para intelektual yang terjangkit Islamofobia dan memiliki pemikiran liberal, baik yang berasal dari dunia Barat maupun Dunia Islam.


2) Menguatnya Ide HAM dan Pemikiran Sekular.

Serangan terhadap Islam semakin bertambah seiring menguatnya pemahaman tentang hak asasi manusia (HAM) dan pemikiran sekular di tengah masyarakat. Dengan berlindung dibalik kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi, kaum kafir dan kaum munafik dengan begitu terbuka menunjukkan ketidaksukaan terhadap Islam dan umat Islam.

Kelancangan kaum kafir dan kaum munafik yang menghina dan melecehkan Islam semakin menjadi-jadi saat Pemerintah melakukan pembiaran atas berbagai tindakan tersebut. Banyak laporan penghinaan, pelecehan dan pelabelan negatif yang dilaporkan ke aparat keamanan tidak mendapatkan respon memadai.


3) Adanya Kepentingan Politik Praktis.

Pada beberapa situasi, serangan pada Islam dilakukan secara terencana untuk kepentingan politik praktis. Khususnya untuk tujuan menyingkirkan lawan-lawan politik maupun pihak yang bersuara kritis terhadap rezim. Kita tentu masih ingat dengan peristiwa Pilkada DKI Jakarta. Rezim mendiskreditkan dan menuduh umat Islam menggunakan isu agama dan isu SARA untuk menjatuhkan calon gubernur yang didukung oleh rezim, Basuki Thahaja Purnama alias Ahok. Aroma persaingan Pilkada DKI Jakarta 2017 tersebut berlanjut pada Pilpres 2019. Sesungguhnya sampai saat ini, pendukung Ahok masih menyimpan dendam kepada umat Islam karena telah menggagalkan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Dalam kasus Habib Rizieq Shihab (HRS), rezim menghalalkan segala cara agar HRS bisa ditahan dan diadili. Beliau dianggap mengancam posisi dan kepercayaan rakyat kepada rezim. Pada akhirnya terjadi kriminalisasi kepada HRS dan sejumlah petinggi FPI (Front Pembela Islam) lainnya. FPI pun akhirnya dibubarkan tanpa jelas apa kesalahannya. Hampir sama dengan HTI yang juga dicabut badan hukumnya oleh rezim sekular radikal ini.

Yang paling baru adalah peristiwa “penyingkiran” para pegawai KPK yang mempunyai reputasi baik dalam pemberantasan korupsi melalui apa yang mereka sebut sebagai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Sebelumnya, telah lama beredar isu bahwa KPK menjadi “markas Taliban”, sebuah sebutan yang ditujukan untuk mendiskreditkan Islam. Tujuan agar terbentuk persepsi negatif kepada Islam.

Inilah yang menurut Schmid (2013)3, bahwa pada beberapa tahun terakhir, istilah ‘radikalisasi’, sebagaimana istilah terorisme, menjadi sangat terpolitisasi, yaitu telah digunakan dalam permainan politik pelabelan (labeling) dan penyalahan (blaming). Termasuk pemakaian tolok ukur Barat dengan paham multikulturalisme yang liberal-sekular.


4) Penindakan Hukum yang Lemah.

Semakin seringnya pelaku penistaan agama meminta maaf setelah dilaporkan kepada aparat penegak hukum maupun tuntutan ringan kepada pelaku penista agama, telah menunjukkan lemahnya penegakkan hukum atas dugaan tindak pidana penodaan atau pelecehan agama.

Di sisi lain, vonis hukum yang ringan kepada para pelaku penistaan agama Islam, sejatinya akan memunculkan banyak penista agama yang lain. Akibatnya, alih-alih akan membuat jera para penista agama, yang terjadi justru sebaliknya. Islam seolah-olah bebas untuk dinodai dan dihina.


5) Sinkronisasi dengan Kepentingan Global Barat.

Massifnya serangan kepada Islam ini tak lepas dari strategi yang telah dirumuskan Rand Corporation untuk memecah-belah umat Islam. Hal itu juga merupakan bagian dari strategi War on Islam. Pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul “Rand Corporation and Fixing Islam”. Pipes merasa bahwa Islam harus dimodifikasi sedemikian rupa agar bisa sejalan dengan nilai-nilai Barat. Harapan Pipes untuk memodifikasi Islam tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard. Istilahnya religious building, yaitu upaya untuk membangun agama Islam alternatif, yang bisa menerima peradaban Barat dan tidak membahayakan peradaban Barat.

Untuk menegaskan dan menguatkan gagasan Benard, pada tahun 2007, Rand menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks. Dokumen ini memuat langkah-langkah strategis dan taktis untuk membangun Jaringan Muslim Moderat pro-Barat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dokumen inilah yang kemudian menjadi panduan bagi negara Barat dan mitra kerjanya untuk menjalankan proyek modernisasi Islam di Indonesia.

Dengan sangat detail mereka mengelompok-kan umat Islam ke dalam 4 kelompok, yaitu: a) kelompok fundamentalis, yang menginginkan formalisasi syariah Islam, tidak mau berkompromi dengan Barat dan ingin menegakkan kepemimpinan Islam dan negara khilafah; b) kelompok tradisionalis yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, dapat menerima sebagian nilai-nilai Barat, tetapi tidak memperdulikan upaya formalisasi syariah; c) kelompok sekularis yang menghendaki pemisahan Islam dari urusan negara/politik dan membatasi hanya pada urusan pribadi; serta d) kelompok modernis yang menginginkan Islam itu berubah sesuai tuntutan zaman, agar tetap up to date dengan fakta-fakta di dunia saat ini.

Langkah berikutnya, menurut Rand, adalah mengadu-domba antar kelompok. Tujuan pertamanya adalah “menghabisi” kelompok fundamentalis karena dianggap sebagai penghalang terbesar upaya pencapaian cita-cita Barat. Selanjutnya Amerika dan sekutunya akan memberikan dukungan kepada kaum modernis, apapun yang mereka minta.

Strategi berikutnya adalah mempromosikan perpecahan di Dunia Islam melalui penciptaan Islam versi nasionalistik, seperti Islam Barat, Islam Jerman, Islam Indonesia, dan lainnya. Dalam konteks Indonesia, berkembang menjadi Islam Nusantara. Para antek Barat tadi kemudian membuat narasi sebagai Islam yang mengedepankan narasi toleransi, pluralisme, perdamaian, persamaan hak perempuan dan berbagai jargon lainnya. Pada akhirnya Islam Nusantara ditempatkan untuk bermusuhan secara diametral dengan kelompok Islam fundamentalis. Dari titik inilah kemudian serangan terhadap Islam, ajaran Islam dan kelompok Islam yang tidak sejalan dengan kepentingan Barat menjadi semakin sering dilakukan.


Solusi

1) Umat Islam Tidak Boleh Diam.

Umat Islam tentu tidak boleh diam. Islam jelas mengajari umatnya untuk selalu melakukan amar makruf nahi mungkar dalam kondisi apapun. Termasuk dalam melawan berbagai bentuk kezaliman yang diarahkan kepada Islam, ajaran dan umatnya. Hal tersebut ditegaskan dalam al-Quran (Lihat, misalnya, QS Ali Imran [3]: 104). Juga dalam banyak hadis Rasulullah Muhammad saw. Di antaranya sabda beliau:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman (HR Muslim).

Menentang setiap kebijakan zalim penguasa serta mengungkap makar jahat yang dilakukan oleh penguasa merupakan bagian dari aktivitas amar makruf nahi mungkar, yang sangat besar pahalanya di sisi Allah SWT.


2) Menanamkan Pemahaman Islam Kâffah.

Langkah berikutnya adalah menanamkan pemahaman Islam kâffah kepada umat manusia, khususnya umat Islam. Menyadarkan bahwa Islam tidak hanya mengatur aspek ritual dan spiritual semata. Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia seperti sistem pemerintahan, ‘uqûbât (sanksi hu kum), interaksi laki-laki dan perempuan, pendidikan, kesehatan dan aspek lainnya.

Dengan memahami kesempurnaan dan menyeluruhnya Islam, umat Islam tidak terjebak hanya mengamalkan sebagian ajaran Islam. Ia akan mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Termasuk menjadikan Islam sebagai panduan dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadikan Islam sebagai landasan dalam merumuskan berbagai kebijakan dan kemaslahatan bagi masyarakat.


3) Membangun Kesadaran Politik Umat

Kesadaran politik Islam adalah suatu pandangan kepada alam semesta (universal) dengan sudut pandang yang khas Islam. Membangun kesadaran politik umat dimulai dengan dengan menanamkan akidah Islam yang kokoh di benak umat, kemudian menjelaskan mengenai arah politik Islam yang harus diperjuangkan, serta menelaah dan mengkaji setiap peristiwa politik yang terjadi serta menganalisisnya dari sudut pandang Islam. Dengan itu, umat menjadi paham dan mempunyai kesadaran politik Islam yang khas. Umat yang sadar politik dapat mengindera pergolakan politik yang terjadi dan mampu memahami adanya campur tangan Barat yang sedang bermain di sana.

Kesadaran politik tidak berarti harus memiliki pengetahuan yang lengkap tentang semua politik atau mengenai Islam secara keseluruhan. Kesadaran politik bermakna memandang dunia secara keseluruhan dengan sudut pandang tertentu sebagai landasan. Yang terpenting adalah adanya sudut pandang tertentu yang universal. Hal ini cukup mengindikasikan seseorang memiliki kesadaran politik. Bagi seorang Muslim yang menjadi sudut pandang adalah akidah Islam.

Dengan demikian, umat terdorong untuk selalu mengontrol, mengoreksi dan menuntut penguasa agar mewujudkan kemaslahatan bagi umat yang dilandasi oleh akidah Islam. Umat juga akan mampu memahami mana “kawan” dan “lawan” yang sebenarnya. Siapa yang hanya sekadar dijadikan “proxy” oleh kaum kafir Barat dan kaum munafik. Apalagi makar jahat yang akan dilakukan oleh kaum kafir terhadap Islam, ajaran dan umat Islam?


4) Mengungkap Makar Jahat Penguasa.

Kaum kafir yang didukung oleh penguasa yang menjadi anteknya di negeri-negeri Islam akan senantiasa mengopinikan stigma negatif terhadap Islam, ajaran dan umat Islam. Tujuannya untuk terus melanggengkan penjajahan mereka di negeri-negeri Islam.

Karena itulah harus ada upaya membongkar konspirasi jahat (kasyf al-khuththat) kaum kafir penjajah dengan menjelaskan kepada umat kejahatan-kejahatan mereka. Demikian pula kejahatan para penguasa di negeri-negeri Islam yang telah menjadi kaki-tangan penjajah. Dengan itu diharapkan umat sebagai sanad al-hukmi (sandaran kekuasaan) yang hakiki mengalihkan dukungan kepada kelompok yang istiqamah membela hak-hak mereka. Kelompok inilah yang berjuang siang dan malam untuk membebaskan umat dari penjajahan dengan menerapkan Islam secara kâffah. Di sinilah aktivitas kasyf al-khuththat menjadi sangat penting dan mendesak untuk terus dilakukan.

Kasyf al-khuththat merupakan bagian dari aktivitas perjuangan politik atau al-kifâh as-siyâsi4. Secara praktis aktivitas al-kifâh as-siyâsi ini tampak dalam dua aktivitas utama. Pertama, melakukan perlawanan secara pemikiran dan politik terhadap negara-negara kafir imperialis yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan di negeri-negeri Islam. Membongkar rencana-rencana jahat kaum kafir penjajah dan menyingkap persekongkolannya, untuk menyelamatkan dan membebaskan umat dari kaum kafir penjajah. Kedua, membongkar persekongkolan para penguasa di negeri-negeri Islam dengan negara/kaum kafir penjajah. Mengoreksi kebijakan dan tindakan mereka. Dan menawarkan sistem Islam untuk menggantikan sistem kufur yang diterapkan di negeri-negeri Islam.5


5) Berjuang untuk Mengganti Sistem Sekular dengan Khilafah.

Apabila kita ingin menghilangkan berbagai bentuk penghinaan, pelecehan dan pendiskreditan terhadap Islam, tidak ada cara yang lain selain kita harus mengganti sistem sekular liberal yang ada saat ini dengan sistem yang terbaik yang datang dari Zat Yang Mahabaik, yaitu Islam. Dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah, akan ada kebaikan bagi seluruh umat manusia, baik kaum Muslim maupun non-Muslim. Sebabnya, syariah Islam diturunkan untuk menghadirkan rahmat bagi seluruh alam (Lihat: QS al-Anbiya’ [29]: 107).

Syariah Islam adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan bagi seluruh alam semesta. Dengan penerapan syariah Islam secara kâffah, tidak akan dibiarkan lagi berbagai bentuk serangan terhadap Islam yang dilakukan melalui konspirasi orang-orang kafir dan munafik. Khalifah akan mengambil tindakan tegas setiap ada upaya serangan terhadap Islam. Dengan begitu Islam, ajaran Islam dan umat Islam akan selalu terjaga marwah dan kewibawaannya.

WalLahu a’lam bish-shawwab. 

Fajar Kurniawan
Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data/PKAD

Catatan kaki:

  1. Runnymede Trust. 1997. Islamophobia: A Challange for Us All. United Kingdom
  2. Lean, Nathan. 2012. Islamophobia Industry: How the Right Manufactures Fear of Muslims. Pluto Press, London. United Kingdom
  3. Schmid, AP. 2013. Radicalisation, De-Radicalisation, Counter-Radicalisation: A Conceptual Discussion and Literature Review. International Center for Counter Terrorism. The Haque, The Netherlands.
  4. Hizb at-Tahrîr. Manhaj Hizb at-Tahrîr fî at-Taghyîr, hlm. 43-44
  5. Muhammad Muhsin Radhi. Hizb at-Tahrîr, Tsaqâfatuhu wa Manhajuhu fî Iqâmah Dawlah al-Khilâfah al-Islâmiyyah, hlm 299
Sumber : https://al-waie.id/analisis/menghadapi-serangan-terhadap-islam/
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال