Kartu Sakit Itu Bernama BPJS

 

Mau jual tanah? Pakai BPJS. Mau kuliah? Pakai BPJS. Mau umroh dan haji? Pakai BPJS. Mau buat STNK dan SKCK? Pakai PBJS. Semua? Pakai BPJS. Ya, BPJS lagi naik daun.

Pasalnya, pemerintah baru-baru ini mengeluarkan Inpres No.1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam peraturan tersebut berbagi pembuatan dokumen seperti membuat SIM, SKCK, STNK dan berangkat haji atau umrah wajib menyertakan kartu PBJS. Bahkan jual beli tanah pun harus menjadi peserta aktif di BPJS. Peraturan ini akan berlaku awal Maret 2022 (bogor.tribunnews.com, 20/02/2022).

Sebuah video wawancara yang diunggah oleh cnnindonesia.com (21/02/2022), Humas BPJS M. Iqbal Anas Maruf dan pengamat kebijakan publik Trubusl Rahardiyansah dari Trisakti. M. Iqbal mengatakan bahwa Inpres ini adalah upaya untuk mempercepat masyarakat mengikuti program BPJS kesehatan. Sebab, jika hanya menunggu dari kesadaran masyarakat akan sangat lama. Pemerintah juga telah menanggung sekian persen untuk dana kesehatan. Sehingga untuk menjaga ekosistem BPJS ini berlangsung diperlukan kontribusi dari berbagai pihak.

Trubus mengatakan, kebijakan ini terlalu cepat dan seolah-olah memaksa masyarakat untuk ikut. Padahal masyarakat akan ikut BPJS, jika pelayanan dan fasilitas dari BPJS bisa memuaskan masyarakat.

Bak kartu sakti mandraguna, kartu BPJS dijadikan syarat berbagai keperluan dokumen. Kontan hal tersebut menuai beragam reaksi masyarakat. Kebanyakan masyarakat berpendapatan, bahwa kebijakan ini sungguh aneh dan tidak relevan. Sebagian lainnya mengatakan, bahwa kebijakan ini sangat menyulitkan masyarakat. Kebijakan tersebut pun semakin menambah catatan kezaliman negara terhadap rakyat, karena memaksa semua rakyat untuk ikut BPJS.

"Ini semakin menambah kezaliman negara terhadap rakyat dengan memaksa semua rakyat untuk ikut asuransi BPJS,” ujar Pengamat Ekonomi Arim Nasim kepada Mediaumat.id, Ahad (20/2/2022) (mediaumat.id).


BPJS Alat Sakti Kapitalisasi Kepentingan Rakyat

Sedari awal kelahirannya BPJS terus menuai kontroversi. Artinya kehadiran badan ini tidak menjadi solusi terhadap permasalahan kesehatan di negeri ini. Justru yang terjadi adalah problem kian bermunculan. Di antaranya adalah pelayanan kesehatan yang kian hari kian memburuk, defisit anggaran, tidak transparannya aspek keuangan, kebocoran data, dan masih banyak lainnya.

Hal yang paling membebankan adalah tarif BPJS yang terus bertambah. Terlebih di tengah pandemi saat ini, laju perekonomian masih sangat lambat dan sulit. Rakyat sedang membutuhkan bantuan negara. Justru malah negara terus memalak rakyatnya.

Semuanya berakar pada kapitalisasi kesehatan. Kesehatan diserahkan pada swasta. Jelas jika swasta yang mengelola, target dan tujuannya adalah keuntungan. Sistem demikian meniscayakan negara mengambil keuntungan dengan berlepas tangan dari tanggung jawab mengurus urusan kesehatan rakyatnya.

Itulah cara pandang kapitalisme, peran negara hanya sebagai regulator saja. Urusan rakyat diserahkan kepada pihak swasta. Jelas jika sudah swasta yang menangani, judulnya bukan lagi meriayah (mengurus), tapi jualan. Paradigma inilah yang tengah diterapkan di negeri ini. Apa pun kebutuhan rakyat hanya akan diperoleh jika ada uang.

"Orang miskin dilarang sakit." atau bahkan "Orang miskin dilarang hidup." adalah sebuah kenyataan yang banyak terjadi. Kesulitan demi kesulitan terus dialami oleh si miskin. Sisi lain, para pemilik modal dan para korporasi terus mendulang kekayaan tanpa memiliki hati. Mereka adalah pengusaha yang juga penguasa. Kebijakan mereka buat melalui undang-undang demi kepentingan mereka sendiri.


Kesehatan dalam Pandangan Islam

Berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam, penguasa adalah periayah (pengurus). Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Pemimpin adalah pengurus dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang diurusnya (rakyatnya)." (H.R Muslim). Di antara hal yang wajib diurus salah satunya yaitu kesehatan. Jadi kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara yang dijamin negara. Baik miskin maupun kaya akan diberikan pelayanan yang terbaik dan gratis.

Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat serta khalifah setelahnya. Rasulullah pernah diberi hadiah seorang dokter. Namun, dokter (tabib) tersebut diperuntukkan tidak hanya melayani) Rasulullah SAW, tapi juga melayani masyarakat umum.

Kemudian, pada masa khilafah, dibangun rumah sakit dengan pelayanan dan fasilitas yang bagus. Sehingga para pelancong dari luar daulah pun ingin mencoba dan merasakan pelayanan rumah sakit tersebut. Tidak hanya itu, berbagai riset pun dilakukan untuk menunjang kepentingan kesehatan masyarakat yang terus berkembang.

Semua kebutuhan dana untuk kesehatan ini ditanggung oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun sumber pemasukan dananya berasal dari harta negara dan fasilitas umum. Seperti dari jizyah, kharaj, fa’i, dan ghanimah. Sama sekali tidak membebankan pada rakyat.

Demikian Islam mengatasi persoalan kesehatan ini dengan tuntas. Islam memuliakan dan mampu menyejahterakan manusia. Sebab, hukum yang berlaku adalah hukum yang berasal dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah SWT. Tidakkah kita merindukannya?

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Verawati
Member AMK dan Pegiat Literasi
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال