Dimensi Politik Peristiwa Isra dan Mi'raj


Setidaknya ada 3 (tiga) kejadian penting saat peristiwa Is’ra dan Mi’raj Rasululullah SAW, yang memiliki dimensi politik yang sangat strategis bagi kaum Muslim.

Pertama, perjalanan malam (isra’) Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (yang berjarak sekitar 1.350 km). Beliau SAW di isra’kan Allah SWT dari Masjidil Haram tidak langsung ke masjidil Aqsa di Palestina, namun beliau singgah di Yatsrib (Madinah), Madyan/Thur Sina di Mesir, dan Bethlehem di Baitul Maqdis di Palestina.

Singgahnya Rasul SAW di Madyan/Thur Sina di Mesir tempat Nabi Musa menerima langsung wahyu dari Allah SWT, dan Bethlehem sebagai tempat kelahiran Nabi Isa as, adalah merupakan indikator awal bahwa Rasulullah akan mengganti kepemimpinan dari kedua Nabi ini. Bahwa sebelum Rasulullah SAW, hampir seluruh Nabi dari kalangan Bani Israil, dan agama yang besar adalah agama Nasrani dan agama Yahudi.
Singgahnya Rasul SAW di Madinah adalah sebagai isyarat bahwa Rasul SAW akan diberikan awal kekuasaan politik di sana. Dan benar, 2 tahun berselang setelah baginda Rasul Isra’ dan Mi’raj, beliau berhasil menjadi kepala negara di Madinah. Ini adalah negara Islam pertama.

Kedua, pada peristiwa isra’ (perjalanan malam), dan sesaat setelah Rasul sampai di Baitul Maqdis, Allah SWT menghidupkan seluruh Nabi, mulai dari Nabi Adam as, hingga Nabi Isa as. Rasulullah SAW kemudian menjadi imam untuk seluruh Nabi tersebut dalam shalat sunah dua rakaat. Artinya, shalat dua rakaat yang diimami oleh Rasul tersebut, dan seluruh Nabi yang pernah diutus di permukaan bumi, “menyerahkan” transformasi kepemimpinan dunia kepada baginda Rasulullah SAW.

Ketiga, ketika Jibril as menyodorkan dua macam minuman (air susu dan khamar), Rasulullah SAW kemudian memilih air susu. Kondisi demikian dipuji oleh Jibril as dengan mengatakan: “Engkau, Ya Muhammad, telah diberi hidayah oleh Allah SWT dan engkau juga memberikan hidayah kepada umatmu” ( هٌدِيْتَ لِلْفِطْرَةِ وَ هَدَيْتَ أمَّتَكَ يَا محد ).

Ada beberapa alasan yang meniscayakan adanya transformasi kepemipinan dan sistem dunia ini, namun yang sangat jelas adalah bahwa Bani Israil adalah umat yang selalu membangkang dan mengubah syariat yang diturunkan kepada mereka.

Sehingga sistem yang dibawa oleh para Nabi mereka disesuaikan dengan hawa nafsu mereka. Mereka selalu mengubah, menambahi dan mengurangi ayat-ayat Allah. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah [2]: 79.

فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka mengatakan: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit (dengan perbuatan itu). Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan." (TQS.Al-Baqarah [2]: 79).

Dalam konteks kekinian, bahwa ideologi besar dunia saat ini adalah kapitalisme dan sosialisme (termasuk komunisme) adalah jelas-jelas kian terlihat bobroknya, sangat tidak sesuai dengan fitrah manusia. Tidak selaras dengan Islam, yakni pilihan Rasulullah yang isyaratkan dengan “susu”. Susu adalah minuman yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Sementara “khamar” yang tidak dipilih oleh baginda Rasulullah SAW, adalah bagaikan “kapitalisme dan sosialisme” yang telah banyak menimbulkan kezaliman di berbagai bidang kehidupan.

Sehingga kalau kita merajut sejarah dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW ini, di mana saat itu sudah terlihat dengan jelas kebobrokan syariat Nabi yang telah diubah oleh Bani Israil, beberapa saat kemudian, 2 tahun setelah terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj, badinda Rasulullah SAW berhasil membangun negara pertama di Madinah.

Maka, dengan kebobrokan syariat dunia saat ini, kapitalisme dan sosialisme (termasuk komunisme), sejatinya akan mempertebal keyakinan kita akan janji Allah dan bisyarah Rasulullah, akan kembalinya kepemimpinan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah atas manhaj kenabian. Semoga kita disabarkan Allah untuk senantiasa menjadi orang-orang yang tetap berjuang menyongsong “terbitnya matahari” peradaban Islam itu. []


Oleh: Guru Lutfi Hidayat
(Pengasuh Majelis Baitul Qur'an Tapin)
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال