Penulis Buku Khalifatul Khamis Irwansyah Amunu membeberkan hubungan Khilafah dengan Kesultanan Buton. “Kalau kita bicara soal kesultanan Buton sendiri, ini tidak terlepas dari peran syarif dari Arab yang merupakan utusan ke Khilafahan Turki Utsmani yaitu Syekh Abdul Wahid, jadi beliau lah yang kemudian datang ke sini, ke Kesultanan Buton ini untuk melantik raja ke-6,” ungkapnya dalam acara Jejak Khilafah di Nusantara, Fakta atau Mengada, Ada? Edisi Spesial di YouTube Peradaban Islam ID, Sabtu (16/10/2021).
Menurut Irwansyah, Kesultanan Buton merupakan kesultanan yang sangat unik, karena banyak hal yang sebenarnya menguatkan adanya jejak kekhilafahan yang ada di tanah Buton,
“Kalau pengunjung menginjakkan kakinya di kota Bau-Bau melalui bandar udara Betoambari, maka ketika dia tiba di bandara dia akan menemukan tulisan besar disitu yang tertulis selamat datang d negeri Khalifatul Khamis,” ujarnya.
Menurutnya, negeri Khalifatul Khamis merupakan gelar bagi kesultanan Buton, ia menambahkan, Negeri Khalifatul Khamis bukanlah kalimat kiasan tetapi langsung sebuah penegasan bahwa negeri Khalifatul Khamis adalah merupakan gelar bagi kesultanan Buton.
Ia menjelaskan, raja ke-6 dari Kesultanan Buton sebelumnya memiliki model pemerintahan kerajaan, namun kemudian terjadi transformasi dari kerajaan menjadi kesultanan.
“Nah setelah adanya penerimaan Islam oleh raja ke-6 yang sebelumnya itu disebut dengan Raja La Kilaponto, kemudian berubah menjadi Sultan Murhum digelari dengan Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis, jadi ada gelarnya juga disitu Khalifatul Khamis,” ungkapnya.
Irwansyah menilai, kesultanan Buton memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan kesultanan-kesultanan yang ada di nusantara, yaitu proses pergantian kesultanan atau proses pergantian sultan, menurutnya yang lazim didengar ketika pergantian sultan, melalui jalur geologis atau garis keturunan, ketika bapaknya seorang sultan, maka nanti anaknya menjadi sultan.
“Tetapi Buton itu punya keunikan dalam hal proses pergantian Sultan, dia tidak menggunakan geologis atau garis keturunan, tapi ada lembaga tersendiri yang kalau ini kita paralelkan dengan model pergantian kekuasaan dalam Islam itu disebut dengan Ahlu Halli wa al-Aqdi, tapi disini disebut dengan Monto,” terangnya.
“Jadi inilah yang merupakan institusi yang akan menggodok siapa yang akan menjadi sultan berikutnya, jadi saya kira ini spesial menurut saya soal pergantian kesultanan di Buton ini, yang berbeda dengan yang lain, sehingga ketika sultan itu selesai masa jabatannya atau berakhir masa jabatannya, itu tidak otomatis anaknya yang akan menjadi pengganti, tapi ada lembaga khusus yang akan menggodok, siapa yang akan menjadi penerus atau kesultanan berikutnya,” tambahnya.
Selain itu menurut Irwansyah, di Buton memiliki benteng terluas di dunia, sehingga mendapatkan Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2009, menurutnya Benteng ini luasnya sekitar 23 Hektar lebih, keliling bentengnya sekitar 2740 meter lebih dan terdiri dari beberapa pintu gerbang dan ada sejumlah meriam.
“Yang menarik benteng disini, kalau kita bicara keunikan nya juga dibandingkan dengan yang lain, benteng ini dibangun oleh masyarakat Buton ya, dengan tiga masa sultan yang membangun itu dan benteng ini murni dibangun oleh masyarakat setempat, dan makanya dengan posisinya ini sebagai benteng terluas di dunia,” ungkapnya.
Menurutnya, Kesultanan Buton memiliki keterkaitan dengan kekhilafahan, lebih lanjut menurutnya tidak mungkin negeri Khalifatul Khamis itu di perolah dari negara demokratis, tidak mungkin.
Irwansyah menambahkan, secara historis perubahan transformasi kekuasaan terjadi pada masa ke khalifahan Sulaiman Al-Qanuni, dan pada masa ke Khalifahan Sulaiman Al-Qanuni itu luar biasa, menurutnya kekuasaan Islam itu terbentang sampai meliputi sekitar 2/3 belahan bumi dan itu disebut sebagai masa ke emasan ke khalifahan.
“Jadi kalau itu kemudian sampai ke tanah Buton, kita tidak mungkin lagi mempertanyakan soal itu, seperti sekarang ini misalnya Amerika Serikat dan Cina, tapi kalau dulu masa ke khalifahan yang luar biasa, kalau kemudian sampai digelari oleh negeri Khalifatul Khamis, saya kira memang tidak salah,” ungkapnya
“Kalimat Khalifatul Khamis terilhami dari masa Khulafaur Rasyidin itu ada empat ya, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, disebut Khalifatul Khamis diasumsikan bahwa ini Khulafaur Rasyidin yang ke lima begitu yang ada di tanah Buton sehingga disebut Khalifatul Khamis begitu yang saya tangkap dari beberapa audiens yang saya lakukan dengan para sejarawan maupun pada budayawan yang ada disini,”pungkasnya. []
Aslan La Asamu